Bisnis.com, JAKARTA - PT PLN (Persero) mengaku sedang mengalami tekanan berat pada kondisi keuangan selama masa pandemi Covid-19.
Direktur Utama PT PLN (Persero) Zulkifli Zaini mengatakan kerugian perusahaan yang alami perusahaan pada kuartal I/2020 sebesar Rp38,8 triliun ini dikarenakan perubahan nilai kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat pada 31 Desember 2019 ke 31 Maret 2020 saat laporan keuangan dibuat.
"Praktik keuangan korporasi berbasis perhitungan harga dolar yang tercatat pada hari laporan keuangan itu dibuat," ujarnya dalam RDP dengan Komisi VI DPR, Kamis (25/6/2020).
Menurutnya, PLN memiliki likuiditas yang dijaga dengan prinsip kehati-hatian (prudent) dan konservatif. Perusahaan setrum pelat merah ini bekerja sama dengan bank-bank BUMN agar mencairkan utang Rp28 triliun menggunakan committed facility.
Perusahaan juga akan mencadangkan money market line Rp7 triliun yang akan dinaikkan menjadi Rp15 triliun hingga Rp20 triliun
"PLN juga sedang usahakan pinjaman internasional dengan bunga sangat rendah dari pasar internasional untuk memastikan kestabilan keuangan perusahaan termasuk pinjaman jangka panjang untuk keperluan pengembangan bisnis yang kami jalankan," terangnya.
Baca Juga
Tahun ini, PLN memangkas belanja modal perusahaan dari Rp100 triliun menjadi Rp53,59 triliun. Pemangkasan ini sesuai dengan Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP).
PLN, lanjutnya, saat ini sedang melakukan penyisiran dan memilah untuk pembayaran biaya operasi secara bertahap dan menyusun berdasarkan prioritas sehingga dampak dari penurunan belanja modal tetap dapat dikendalikan sesuai anggaran perusahaan.
"Kami menyadari pentingnya mengendalikan biaya listrik agar tetap stabil dan handal dan berkualitas, sekaligus menjaga beban fiskal agar tetap terjaga," katanya.
Hal ini juga dilakukan karena pentingnya kepercayaan dari mitra-mitra PLN dalam menyelenggarakan dan menyediakan ketenagalistrikan.
Zulkifli menegaskan penurunan belanja modal ini sangat diperlukan untuk menjaga kondisi keuangan. Pihaknya tengah menyisir dan memeriksa kembali rencana dan biaya investasi dengan mengakomodasi kebutuhan demand tenaga listrik.