Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pengusaha Ban Pesimistis Kinerja Bertumbuh

APBI menilai serapan ban baik di pasar global maupun lokal saat ini sangat lambat
Pabrik ban vulkanisir/Antara-Aji Styawan
Pabrik ban vulkanisir/Antara-Aji Styawan

Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Pengusaha Ban Indonesia (APBI) pesimistis dapat membukukan realisasi produksi lebih tinggi dari realisasi akhir 2019.

Adapun, asosiasi telah mengarahkan pabrikan untuk bertahan menghadapi Covid-19 dan tidak melakukan pemutusan hubungan kerja.

Ketua Umum APBI Azis Pane mengatakan saat ini produktivitas pabrikan turun sekitar 50 persen. Pasalnya, lanjutnya, kegiatan di pabrik hanya berjalan setengah hari.

"Bertahan saja sudah syukur. Kalau kami sudah bisa bertahan, maka baru kami membikin [strategi] untuk selanjutnya," ujarnya kepada Bisnis, Rabu (24/6/2020).

Azis menyampaikan volume produksi ban pada tahun ini dipastikan akan lebih rendah dari tahun lalu. Menurutnya, volume produksi pada akhir 2020 setidaknya akan turun 40 persen dari realisasi 2019.

Menurutnya, serapan ban baik di pasar global maupun lokal saat ini sangat lambat. Adapun, salah satu penyebab perlambatan serapan ban tersebut adalah rendahnya mobilitas konsumen akibat pandemi Covid-19.

Di samping itu, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mendata saat ini gudang industri otomotif telah penuh.
Adapun, pabrikan otomotif saat ini hanya berfungsi 30 persen dari total kapasitas lantaran permintaan domestik sudah dapat dipenuhi hingga kuartal IV/2020 dari produk yang tersimpan di gudang.

Dengan kata lain, produksi ban untuk komponen otomotif (original equipment/OE) juga terhenti. Berdasarkan data Asosiasi, rata-rata pabrikan menglalokasikan sekitar 10 persen dari total produksi untuk keperluan OE industri otomotif domestik.

Adapun, sekitar 70 persen dari total produksi industri ban nasinal dialokasikan untuk keperluan ekspor. Salah satu jalur ekspor ban lokal adalah dengan menjadi OE produk otomotif ekspor.

Oleh karena itu, Azis menyarankan lima hal yang harus dilakukan pemerintah untuk melindungi pasar ban domestik dan meningkatkan daya saing. Pertama, penyesuaian tarif gas ke level US$6/mmBTU sesuai Peraturan Presiden (Perpres) No. 40/2016.

Kedua, penghapusan pajak penambahan nilai (PPn) sebsar 10 persen dalam pembelian karet alam sebagai bahan baku industri ban. Ketiga, penyetujuan revisi standar nasional indonesia (SNI) ban.

Azis menilai persetujuan revisi SNI tersebut penting sebagai insturmen perlindungan teknis industri ban. Selain itu, lanjutnya, SNI tersebut dapat menunjukkan kualitas produk ban lokal di pasar global.

"Persetujuan revisi ini melalui surat keputusan Menteri Perindustrian telah cukup lama ditunggu oleh APBI," ucapnya.

Keempat, persetujuan aturan good manufacturing product (GMP) untuk industri vulkanisir. Kelima, rekomendasi kepada asosiasi untuk mengumpulkan data produksi pabrikan setidaknya sejak 2018.

Di sisi lain, Azis mendata utilitas industri ban nasional saat ini turun ke bawah level 60 persen. Menurutnya, halt tersebut disebabkan oleh tertundanya ekspor ban dalam bentuk ban maupun suku cadang otomotif dan berhentinya penjualan domestik.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper