Bisnis.com, JAKARTA - Perkiraan kebutuhan pembiayaan utang meningkat akibat pelebaran defisit APBN dan kebutuhan investasi neto.
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat kebutuhan pembiayaan utang tahun telah meningkat sebesar Rp905,2 triliun dari posisi sebelumnya Rp741,8 triliun. Dengan demikian, total kebutuhannya mencapai Rp1.647,1 triliun.
Seperti diketahui, defisit fiskal 2020 melebar hingga 6,34 persen terhadap PDB atau Rp1.039,2 triliun dari 1,76 persen atau Rp307,2 triliun.
Sementara itu, kebutuhan investasi neto meningkat menjadi Rp181,2 triliun dari Rp44,6 triliun.
Dari data Kemenkeu yang diperoleh Bisnis, realisasi pembiayaan utang sampai dengan Mei 2020 mencapai Rp568,5 triliun dengan rincian sebanyak Rp531,5 triliun dipenuhi melalui penerbitan SBN dan Rp37 triliun dari pinjaman.
Dalam skema penerbitan SBN, pemerintah telah merilis obligasi dalam bentuk rupiah sebesar Rp421 triliun dan dalam bentuk valas sebesar Rp110,5 triliun.
Sementara itu, rencana Juni-Desember 2020 tercatat sebesar Rp1.078,6 triliun. Dari total tersebut, sebanyak Rp967,6 triliun ditarik dari SBN dan Rp111 triliun dari pinjaman.
Rencananya, pemerintah akan menerbitkan SBN rupiah senilai Rp764,5 triliun dan SBN valas Rp53,1 triliun.
Dengan kenaikan pembiayaan utang ini, pemerintah akan membayar bunga utang sebesar Rp67,2 triliun per tahun. Asumsi ini menggunakan acuan market rate 7,42 persen.
Adapun, rencana pinjaman luar negeri pemerintah mencapai US$7 miliar - US$8 miliar yang dipenuhi dari penarikan pinjaman lembaga multilateral (Bank Dunia, ADB, dan AIIB) dan bilateral (KfW, AFD dan JICA).