Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir memastikan pergantian direksi perusahaan pelat merah bukan didasarkan pada preferensi pribadi. Dia juga menepis anggapan pemilihan komisaris banyak yang berasal dari kalangan purnawirawan.
Erick menjelaskan pemilihan direksi perusahaan pelat merah dilakukan berdasarkan penilaian kinerja yang tercermin dari key performance index (KPI) masing-masing. Selain itu, proses penunjukan direksi juga didasarkan rekomendasi dari kementerian teknis yang membidangi sektor di mana BUMN berkecimpung.
“Proses yang dilakukan sekarang berbeda. Selain internal assessment dengan talent pool-nya. Kami juga melibatkan menteri terkait, karena mereka membantu saya untuk memastikan pekerjaannya benar apa tidak,” jelasnya, Jumat (1/6/2020).
Dalam konteks direksi BUMN Karya, misalnya, Erick mengatakan bahwa dia berkonsultasi dengan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basoeki Hadimoeljono.
Sementara itu, untuk direksi perbankan pelat merah, Erick berkonsultasi dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani yang banyak bersinggungan dengan BUMN di sektor tersebut. Hal itu dilakukan untuk memenuhi prinsip check and balance.
“Sukses kami adalah dukungan kementerian lain,” tegasnya.
Baca Juga
Selain itu dia menyatakan penetapan direksi juga didasarkan pada persepsi publik. Dengan demikian, dia juga berkonsultasi dengan pihak lain seperti swasta, desa, hingga lembaga pendidikan tinggi.
Pemilihan direksi sejauh ini juga menurutnya masih didominasi oleh lulusan masing-masing BUMN. Hal ini, lanjunya, menunjukkan bahwa komitmen pengembangan BUMN dilakukan secara berkelanjutan.
Dia menegaskan pula bahwa tidak semua direksi yang diganti merupakan direksi pilihan rezim menteri sebelumnya. Erick ingin mengikis anggapan tersebut dan mengembalikan fokus kerja direksi pada kinerjanya masing-masing.
“Dalam memberikan kepercayaan kepada direksi BUMN, saya mengutamakan KPI-nya, dan saya tidak mau pimpinan BUMN setiap tahun diganti, gimana orang bisa kerja?” ujarnya.
Hal yang sama juga dilakukan dalam menentukan komisaris di BUMN. Dia juga menitikberatkan pertimbangan pemilihan komisaris berdasarkan kebutuhan masing-masing perusahaan.
Untuk BUMN di sektor pertambangan, dia menjelaskan kinerja operasional banyak bersinggungan dengan berbagai kepentingan publik, khususnya pengelolaan hak sumber daya alam.
Pertimbangan tersebut membuat beberapa posisi komisaris diisi oleh nama-nama alumni Polisi Republik Indonesia (Polri), Badan Intelijen Negara (BIN), dan Tentara Nasional Indonesia (TNI). Figur-figur tersebut dinilai dapat menyelesaikan potensi konflik yang ada.
“Kita tahu di prtambangan itu kadang ada konflik, baik yang namanya tanah, perizinan yang tumpang tindih, ada isu sosial juga dengan masyarakat kita harus balance,” katanya.
Namun, tidak berarti seluruh kursi komisaris diisi oleh pihak yang berpengalaman di bidang penegakan hukum. Dia menyatakan, komposisi komisaris tetap diseimbangkan dengan masuknya para ahli industri dan keuangan di tiap-tiap BUMN.
“Contohnya Pak Agus Martowardojo [Komisaris BNI] bukan dari BIN, Basuki [Komisaris Pertamina] bukan polisi, Pak Chatib Basri [Komisaris Bank Mandiri] bukan dari tentara,” jelasnya.