Bisnis.com, JAKARTA - Masyarakat menilai bahwa kondisi ekonomi nasional secara umum buruk (57,6 persen responden) dan sangat buruk (23,4 persen responden), sepanjang periode pandemi Covid-19 atau tiga bulan terakhir.
Persepsi publik terhadap kondisi ekonomi nasional berdasarkan lembaga survei Indikator itu merupakan yang terburuk sejak tahun 2004.
Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Donny Gahral Adian mengatakan bukan hanya Indonesia yang mengalami kondisi perekonomian buruk. Semua negara yang terpapar virus Corona lebih kurang mengalami hal serupa.
“China saja sampai minus ekonominya, tapi dalam kondisi seperti ini, Indonesia masih bisa 3 persen [pertumbuhan ekonomi] cukup baik dan di negara-negara Asean, jadi sebenarnya, di tengah-tengah kesulitan, kita masih bisa bertahan dan memutar roda perekonomian," katanya saat dihubungi, Senin (8/6/2020).
Lebih lanjut, berdasarkan Indikator, pada tingkat rumah tangga, mayoritas masyarakat merasakan dampak ekonomi secara langsung. Mayoritas masyarakat saat ini menilai kondisi ekonomi rumah tangga lebih buruk atau jauh lebih buruk (83,7 persen responden) dibandingkan dengan tahun lalu. Penilaian ini jauh meningkat dibanding survei pada Februari, ketika hanya sekitar 22 persen responden yang menilai demikian.
Mayoritas masyarakat juga menjawab bahwa pendapatan kotor rumah tangga saat ini menurun (86 persen responden). Dengan demikian dalam tiga bulan terakhir, jawaban menurun ini mengalami tren peningkatan yang tajam.
Penurunan ini dirasakan cukup merata di semua kategori secara sosio-demografis. Akan tetapi, berdasarkan pendidikan tampak pola yang menunjukkan bahwa warga berpendidikan SLTA ke bawah lebih banyak yang merasakan penurunan, sedangkan warga berpendidikan tinggi lebih sedikit merasakan penurunan.
Sementara itu Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sempat menyampaikan bahwa perekonomian Indonesia akan menghadapi gejolak yang cukup besar akibat dampak virus corona (Covid-19). Dia membuat tiga skenario pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Pertama, asumsi dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2020 ekonomi diproyeksi tumbuh 5,3 persen dengan asumsi harga minyak dunia US$62 per barel, dan inflasi 3,1 persen.
Kedua skenario ekonomi berat dengan proyeksi pertumbuhan 2,3 persen, harga minyak dunia US$38 per barel dan inflasi 3,9 persen. Ketiga, skenario ekonomi sangat berat dengan proyeksi pertumbuhan minus 0,4 persen, harga minyak dunia US$31 per barel, dan inflasi 5,1 persen.
Adapun pada kuartal I/2020, realisasi pertumbuhan ekonomi melambat hingga 200 basis poin, menjadi 2,97 persen dibandingkan dengan capaian akhir tahun lalu. Pada kuartal kedua tahun ini, pemerintah memperkirakan pertumbuhan ekonomi akan lebih rendah dibandingkan dengan tiga bulan pertama.