Bisnis.com, JAKARTA – Koperasi tak perlu mengajukan izin kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) ketika ingin mengembangkan produk simpanan. Pasalnya, ketentuan mengenai perkoperasian telah diatur oleh Kementeriak Koperasi dan UKM.
Ketua Umum Asosiasi Koperasi Simpan Pinjam Indonesia (Askopindo) Sahala Panggabean mengatakan, ketentuan mengenai koperasi simpan pinjam (KSP) telah diatur dalam Peraturan Menteri Koperasi (Permenkop) No.15/2020 tentang Usaha Simpan Pinjam Oleh Koperasi dan Permenkop No.11/2017 tentang Pelaksanaan Usaha Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah oleh Koperasi.
"Kita lihat pada pasal 1 ayat 14 Permenkop No. 15 dan Permenkop No.11 pada pasal 1 ayat 21 tentang simpanan berjangka, jelas diatur bahwa koperasi baik KSP maupun KSPPS dibolehkan memiliki produk simpanan berjangka," kata Sahala, seperti dikutip dari Antara, Senin (8/6/2020).
Sementara itu menurutnya, pada kasus koperasi gagal bayar seperti Indosurya, Hanson dan Cipaganti, dia mengklaim hal itu terjadi karena adanya praktik penyimpangan alokasi.
Dia mengatakan, dana yang ada tidak dijadikan pembiayaan kredit bagi anggota koperasi, tapi seringkali digunakan untuk membiayai usaha yang terafiliasi dalam kelompok bisnis yang cenderung spekulatif.
"Praktik tidak terpuji ini biasanya siasat dari kelompok usaha besar yang sudah punya bisnis utama sebelumnya, justru mereka mendirikan koperasi untuk mendapatkan dana guna membiayai bisnis utamanya. Sejak awal harusnya dilacak kredibilitas dan rekam jejak pengaju izin,” ujar Sahala.
Baca Juga
Di sisi lain, Sahala menekankan pentingnya peran pemerintah dalam keberpihakan dan mendorong agar koperasi berdaya saing kuat sesuai UU No. 25/1992 tentang Perkoperasian.
Pasalnya, dalam UU itu disebut bahwa untuk perlindungan kepada koperasi, dapat dikembangkan sektor ekonomi tertentu secara eksklusif sebagai bentuk keberpihakan konkrit bagi usaha koperasi guna mewujudkan pemerataan ekonomi dan keadilan sosial.
"Dalam Pasal 63 ayat 1 disebutkan bahwa untuk memberi perlindungan kepada koperasi, pemerintah bisa menetapkan bidang kegiatan ekonomi yang hanya boleh diusahakan koperasi. Malahan pemerintah dibolehkan untuk menetapkan bidang kegiatan ekonomi suatu wilayah yang telah berhasil diusahakan koperasi untuk tidak diusahakan oleh badan usaha lainnya," katanya.
Sahala menyoroti langkah Satgas OJK yang umumkan ada 50 aplikasi KSP penawaran pinjaman online ilegal yang dianggap tidak sesuai dengan prinsip koperasi baru-baru ini.
"Memanfaatkan aplikasi digital tidak dilarang, malah seharusnya didukung agar gerakan koperasi telah modern dan melek digitalisasi,” ujarnya.
Dia juga mendorong semua pihak untuk tidak mencederai semangat berkoperasi di kalangan masyarakat termasuk menuduh kasus gagal bayar koperasi beberapa koperasi disebabkan mempraktikkan “shadow banking”.
Koperasi disebut Sahala sempat dianggap sebagai pihak yang bersalah dalam menghimpun dana anggota dengan bunga tinggi melebihi bank serta tidak miliki izin dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Hal itu menurut dia cenderung kontraproduktif dan berpotensi meresahkan karena akan membentuk stigma bahwa semua koperasi melakukan praktik “shadow banking”.
“Masih banyak gerakan koperasi yang murni menjalankan usaha koperasi sesuai aturan dan setia dengan jati diri koperasi," kata Sahala.