Bisnis.com, JAKARTA - Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) dinilai mendapatkan titik cerah. Namun demikian, hal tersebut hanya dinikmati pabrikan besar, sedangkan pabrikan TPT lainnya terancam menghentikan proses produksi.
Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia periode 2014-2019 Ade Sudrajat mengatakan titik cerah tersebut disebabkan oleh buyer asal Amerika Serikat yang memindahkan pusat produksinya dari China ke dalam negeri. Menurutnya, hal tersebut akan mengamankan pabrikan TPT berorientasi ekspor selama beberapa tahun ke depan.
"Namun, 80 persen pabrikan TPT berorientasi domestik, 20 persen berorientasi ekspor. Kalau tidak ada bantuan dari pemerintah, pabrikan TPT bisa jadi zombie, alias berhenti [proses produksinya]," ujarnya kepada Bisnis, Senin (25/5/2020).
Ade melanjutkan berhentinya proses produksi tersebut disebabkan oleh arus kas pabrikan yang sudah menipis. Pasalnya, pabrikan baru saja mengeluarkan biaya tunjangan hari raya (THR) untuk tenaga kerja.
Oleh karena itu, Ade memproyeksikan arus mayoritas kas pabrikan hanya dapat bertahan hingga akhir semester I/2020. Proyeksi tersebut lebih cepat 1 bulan dari proyeksi API pada awal tahun ini.
Ade menyarankan agar pemerintah mempertebal pagu kredit yang diberikan kepada usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Menurutnya, pagu kredit yang diberikan saat ini hanya akan menyelamatkan segelintir pabrikan.
Seperti diketahui, pemerintah melalui Kementerian Keuangan menetapkan dana pemulihan ekonomi nasional senilai Rp641,17 triliun. Adapun, insentif penjaminan kredit modal kerja baru untuk UMKM hanya Rp6 triliun dengan maksimal pagu kredit per pabrikan Rp5 miliar.
Ade menilai insentif tersebut harus dipertebal agar arus kas pabrikan TPT berorientasi domestik dapat terselamatkan. Ade sebelumnya berujar bahwa di era yang serba cepat seperti saat ini dibutuhkan upaya percepatan pula untuk kembali bangkit usai berakhirnya pandemi Covid-19 nanti.
"Bahkan tak hanya menata ulang TPT atau sektor manufaktur lain, kita bisa jadikan ini sebagai peluang untuk menata mulai dari pertanian yang selama Indonesia merdeka belum ada kemajuan seperti di negara Asean lain," katanya,
Ade mengemukakan pembenahan industri yang masuk dalam kategori mother of industry seperti TPT pasca Covid-19 harus dilakukan dengan pemberian skema pembiayaan yang berbeda hingga pajak ekstra kecil atau Rp0. Pemerintah pun dapat membebankan pajak pada industri setelahnya.
Tak hanya itu, upaya safeguard harus terus diutamakan. Alhasil, produk akhir TPT nasional dapat berdaya saing kuat dan tidak melulu kalah dengan Taiwan dan China yang sangat mumpuni di industri hulu.
"Penataan kembali rencana pembangunan lima tahun harus dihidupkan kembali, tidak asal tembak karena semua negara pasti akan melakukan hal ini ke depan dan tentu juga turut mencari dana IMF," ujarnya.
Menurut Ade, proyeksi pertumbuhan ekonomi Tanah Air yang akan melesat pada tahun depan pun tidak akan terjadi jika pemerintah tidak memiliki rencana matang pemulihan manufaktur.
Sebelumnya, hingga akhir pekan lalu atau per Jumat (24/4/2020) ada 1,89 juta karyawan industri TPT yang harus dirumahkan.
Ade mengatakan saat ini survei ketahanan industri dilakukan setiap minggu. Lonjakan PHK tersebut mengakibatkan sisa karyawan yang masih aktif bekerja di industri TPT hanya sekitar 809.000 orang.