Bisnis.com, JAKARTA - Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) telah membagikan alokasi gas untuk industri tertentu.
Adapun, 1.227 bbtud gas akan dialokasikan untuk industri tertentu baik langsung diserap dari hulu maupun melalui badan usaha.
Dari total tersebut, industri pupuk menyerap langsung alokasi gas dari hulu sebesar 784,46 bbtud, industri baja menyerap 10 bbtud gas langsung dari hulu.
Sementara itu, 384 bbtud alokasi gas diserap melalui PGN, sedangkan 73,33 bbtud melalui Pertagas dan 31,5 bbtud melalui badan usaha lain.
Sementara itu, alokasi gas sebesar 1.396 bbtud dialokasikan untuk kebutuhan pembangkit listrik milik PT Perusahaan Listrik Negara (Persero).
Dari jumlah tersebut, sebesar 442,6 bbtud diserap dari gas pipa langsung dari hulu dan 345 bbtud diserap dari LNG langsung dari hulu.
Baca Juga
Selain itu, 101 bbtud diserap melalui badan usaha lain, 315 bbtud melalui PGN, dan selebihnya diserap melalui Pertamina (non PGN) dengan perincian 22 bbtud dari gas pipa dan 171 bbtud dari LNG.
"Begitu Permen ESDM No.8 tahun 2020 dan Kepmen 89 tahun 2020 terbit, kami langsung tancap gas, karena kami cuma diberi waktu 1 bulan untuk melakukan penyesuaian," ujar Arief S Handoko, Deputi Keuangan SKK Migas belum lama ini.
Arief mengakatakan pihaknya telah melakukan sosialiasi kebijakan tersebut dengan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS).
Selain itu, SKK Migas tengah menyusun surat kepada Menteri ESDM dan Menteri Keuangan terkait mekanisme menjaga bagian kontraktor dengan mekanisme dan tata cara penagihan serta pembayaran selisih harga gas.
"Ini sedang kami konsep, tapi menuju surat ini kami sudah intens meeting dengan ESDM dan Direktorat Jenderal Anggaran, karena untuk mengganti selisih harga ke KKKS, makanya kita juga harus memberitahu [Kemenkeu], untuk pengembalian ke KKKS lewat DJA," katanya.
Menurutnya, koordinasi setingkat working level antara Kemenkeu dan SKK Migas sudah sepakat dengan mengenai selisih harga ke KKKS. Saat ini, yang sedang diajukan ke DJA dan Kementerian ESDM adalah penyesuaian harga dengan skema underlifting per tiga bulan.
Adapun, terkait implementasi beleid penyesuaian harga gas industri tertentu dan kelistrikan, Arief menyebut sektor hulu migas sudah banyak berkorban.
Pasalnya, pemerintah kehilangan potensi penerimaan negara bukan pajak sebesar Rp87,4 triliun hingga 2024 diharapkan memberikan manfaat dan dampak positif yang lebih besar.
"Saya ingatkan penurunan harga gas hulu dengan menurunkan penerimaan negara, dari 2020 - 2024 sebesar 87,4 triliun untuk memperingankan APBN dalam bentuk subsidi listrik dan pupuk, dan kita harapkan ada multiplier effect, penerimaan KKKS akan dijaga tidak akan berkurang," tambahnya