Bisnis.com, JAKARTA - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) akan memanfaatkan data automatic exchange of information (AEoI) untuk mendorong efektivitas penagihan piutang pajak.
Hal ini tertuang dalam Laporan Kinerja (Lakin) DJP Tahun 2019 yang dikutip Bisnis Rabu (20/5/2020). Pemanfaatan data AEoI ini menjadi salah satu strategi otoritas dalam mengoptimalkan penagihan piutang pajak.
Otoritas dalam laporan itu menyebutkan bahwa dengan adanya data atau informasi rekening WP terkait dengan AEoI, maka pelaksanaan tindakan penagihan khususnya pemblokiran dapat menjadi lebih optimal.
Hal ini bisa dilakukan karena Jurusita Pajak dapat melakukan pemblokiran lebih tepat sasaran. Sehingga secara agregat dapat mendorong pencairan piutang pajak.
Dalam catatan Bisnis, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati beberapa waktu lalu pernah menyebutkan sejak tahun 2018 pemerintah telah menerima lebih dari 1,6 juta informasi keuangan dengan nilai lebih dari 246,6 miliar Euro.
Kendati demikian, selain memanfaatkan data dari pihak ketiga, DJP juga akan menggunakan skema compliance risk management untuk penagihan piutang pajak. CRM dapat memberikan arahan bagi Jurusita Pajak dalam menentukan Wajib Pajak Penanggung Pajak yang akan dilakukan tindakan penagihan.
Baca Juga
Adapun, Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Tahun 2018 (audited) menyajikan saldo piutang perpajakan bruto sebesar Rp81,4 triliun atau membengkak 38,99 persen dari saldo piutang tahun 2017 senilai Rp58,6 triliun.
Pembengkakan saldo piutang itu merupakan kombinasi saldo piutang perpajakan pada Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak dan Bea Cukai yang masing-masing senilai Rp68,09 triliun dan Rp13,3 triliun.