Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita akan mendorong Purchasing Managers Index (PMI) manufaktur Tanah Air kembali pada level 51,9 atau raihan angka periode Februari 2020 lalu dalam tiga bulan ke depan.
Menurut Agus, pemerintah optimistis industri manufaktur nasional dapat pulih lebih cepat ketika kembali beroperasi secara normal, atau bahkan dalam kondisi new normal.
"Sampai saat ini belum ada IOMKI yang kami cabut, kami sangat apresiasi pada Pemda yang mau membina dengan baik setiap industri yang ada di wilayahnya masing-masing. Hal ini penting karena memulai industri kembali itu sulit dan terbukti China masih membutuhkan waktu," katanya, Selasa (20/5/2020).
Dengan demikian, Agus berharap dalam waktu tiga bulan setelah Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) berakhir, Kemenperin membidik PMI manufaktur Indonesia dapat kembali ke angka 51,9 seperti periode pada Februari 2020.
Menurut Agus saat ini, manufaktur memang tertekan dengan level raihan PMI periode April 27,5. Angka itu anjlok drastis dari Februari 2020 sebelum ada corona di Indonesia. Namun, hal itu wajar mengingat konsumsi domestik dari penyerapan produksi manufaktur saat ini masih tinggi atau 70 persen.
"Jadi ketika konsumsi turun, industri harus melakukan penyesuaian utamanya terkait utilisasi. Jadi, ini momen paling tepat menggairahkan kembali manufaktur Indonesia," ujarnya.
Baca Juga
Adapun saat ini Kemenperin menerbitkan sekitar 17.000 IOMKI untuk 8.500 perusahaan yang beroperasi. Hal itu dikarenakan dalam satu grup perusahaan bisa saja memiliki dua hingga tiga izin.
"Dua perusahaan dalam satu grup yang sama memiliki gudang yang sama tapi masing-masing berbeda alamat. Maka dari itu, satu holding company ada tiga IOMKI, karena alamatnya berbeda-beda," kata Agus.
Agus menambahkan sekitar 17.000 IOMKI yang diterbitkan mayoritas berada di pulau Jawa dan merupakan 48 persen dari total pendapatan domestik bruto (PDB) sektor industri pengolahan non-migas.
Adapun, nilai tambah seluruh pabrikan yang mengantongi IOMKI tersebut mencapai Rp350 triliun.