Bisnis.com, JAKARTA — Pelaku industri berharap awan hitam manufaktur di Tanah Air mulai pulih pada Juni dengan asumsi penyebaran virus corona (Covid-19) menurun.
Wakil Ketua Umum Bidang Perindustrian Kamar Dagang Indonesia (Kadin) Johnny Darmawan mengatakan dengan PMI April sudah di level 27,5 bukan tidak mungkin industri dihadapakan level yang lebih rendah. Menurutnya, hal ini cukup masuk akal mengingat usai PSBB Jakarta pada 22 Mei akan dilanjutkan periode libur Lebaran.
"Jadi Mei bisa tambah parah, karena sekarang kalau mau direlaksasi untuk membuka kegiatan ekonomi lagi syaratnya data kasus Covid-19 harus mulai landai dahulu seperti negara lain kemudian baru bisa mengharapkan pelonggaran untuk paling tidak orang mulai beraktivitas ke luar dan bekerja," katanya kepada Bisnis, Senin (4/5/2020).
Johnny mengemukakan dalam kondisi saat ini yang paling bisa dilakukan adalah menambah anggaran sebagai bantalan perekonomian ke depan usai wabah selesai. Menurutnya, masih sesuai usulan Kadin, dunia usaha berharap pemerintah mau menggelontorkan dana Rp1.600 triliun.
Dana itu akan dibagi dalam tiga kelompok, yakni untuk bantuan langsung senilai Rp400 triliun, untuk untuk stimulus UMKM Rp600 triliun, dan untuk keringanan pembiayaan perbankan atau sejenisnya senilai Rp600 triliun.
"Dengan adanya dana itu bisnis tidak akan hancur sehingga ketika industri bersiap naik kembali semua sudah siap," ujarnya.
Terpisah, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menyebut penurunan permintaan di dalam negeri menyebabkan reaksi berantai ke struktur industri nasional. Pasalnya, pihaknya mendata sekitar 70 persen hasil produksi sektor manufaktur diserap oleh pasar lokal.
"Ketika daya beli masyarakat tertekan atau tidak ada demand, secara otomatis perusahaan industri harus melakukan penyesuaian, termasuk penurunan drastis utilitasnya," katanya kepada Bisnis, Senin (4/5/2020).
Agus menambahkan hal tersebut juga akan berdampak pada ketersediaan dan serapan hasil produksi industri hulu. Agus berpendapat salah satu negara yang memiliki struktur industri yang mirip dengan Indonesia adalah India.
Agus mencatat pergerakan PMI India serupa dengan Indonesia. Melansir data IHS Markit, PMI India masih stabil pada Februari-Maret 2020 di atas level 51,0. Namun demikian, PMI India langsung anjlok pada April 2020 ke level 27,4.
Agus menilai alasan penurunan PMI India serupa dengan Indonesia, yakni penurunan daya beli masyarakat. Selain penurunan daya beli, lanjutnya, melemahnya nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat juga menambah tekanan pada indeks PMI April 2020.
"Logika sederhananya adalah dalam kondisi normal PMI kita di sekitar angka 50,0. Jika utilitas turun sampai di bawah 50 persen, maka angka PMI di sekitar 25,0. [Selain itu,] input manufaktur kita 74 persen impor dan dengan tambahan tekanan kurs, maka beban input meningkat, akibatnya output menurun signifikan," jelasnya.