Bisnis.com, JAKARTA — Nasib pengembang hunian rumah bersubsidi tengah di ujung tanduk lantaran mendapat pukulan yang telak akibat dampak virus corona jenis baru atau Covid-19.
Situasi sulit tersebut terjadi salah satunya lantaran tidak adanya dukungan yang maksimal dari perbankan dalam merealisasikan kredit pemilikan rumah (KPR).
Wakil Ketua Umum DPP Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Yoyo Sugeng mengatakan bahwa pengembang hunian bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) sudah tidak kuat menahan dampak corona.
"Memang lagi sulit pengembang rumah subsidi. Kondisi saat ini banyak yang sudah take over proyek. Beberapa [pengembang] niat mau ganti bisnis yang tidak terlalu banyak regulasi dari pemerintah," katanya pada Bisnis, Jumat (15/5/2020).
Kondisi memprihatinkan ini terjadi karena aliran uang kas pengembang hunian MBR tersendat karena anjloknya penjualan. Di sisi lain, kata Yoyo, perbankan makin selektif dalam realisasi KPR pada saat kondisi seperti sekarang.
Padahal, satu-satunya pemasukan pengembang MBR adalah dari penjualan rumah meskipun permintaan saat ini tidak terlalu besar. Hanya saja, adanya kendala dari perbankan membuat kondisi saat ini semakin sulit.
Baca Juga
"Bank penyalur terlalu hati-hati [dalam menyalurkan] sehingga pasar properti subsidi hancur. Beberapa bank penyalur lebih mengutamakan ASN [aparatur sipil negara] dan BUMN, sementara yang paling banyak butuh justru sektor informal dan karyawan swasta," katanya.
Yoyo menyanyangkan sikap perbankan ketika selektif itu terjadi pada kondisi sekarang. Padahal, cakupan penerima KPR memang seharusnya untuk kalangan MBR, bukan pegawai ASN maupun BUMN yang notabene segmen menengah.
Belum lagi, ditambah adanya pembayaran bunga kredit konstruksi yang bisa memperparah keadaan.
Dia mengaku bahwa telah terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) di sebagian perusahaan pengembang. "PHK sudah pasti ada dan terjadi belum lagi kondisi proyek di lapangan semua sementara off."