Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah perlu segera melakukan perbaikan tata kelola awak kapal perikanan Indonesia. Hal itu diperlukan bagi mereka yang bekerja di kapal ikan dalam dan luar negeri. Perbaikan tata kelola tersebut meliputi tahap rekrutmen, penempatan, repatriasi dan remedi.
Koordinator Nasional DFW-Indonesia Moh Abdi Suhufan mengatakan, untuk melindungi awak kapal perikanan yang bekerja di luar negeri, pemerintah perlu meningkatkan kerja sama dengan negara-negara yang selama ini menjadi tujuan bekerja awak kapal perikanan (AKP) asal Indonesia.
"Perlu ada kerja sama yang lebih spesifik dalam bentuk perjanjian Mutual Agremeent atau Saling Pengakuan Sertifkat AKP antara Indonesia dan negara tersebut," ujarnya dalam keterangan resmi, Rabu (13/5/2020).
Abdi berpendapat pemerintah juga perlu membuka hotline pengaduan awak kapal dalam dan luar negeri, seperti National Fisher Centre sebagai platform bersama untuk respons cepat terhadap kejadian atau kasus yang menimpa AKP. Pemerintah juga perlu mendata para pekerja Indonesia sektor maritim di luar negeri.
Menurutnya, salah satu bentuk perbaikan tata kelola tersebut adalah dengan mengeluarkan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Penempatan dan Perlindungan Awak Kapal Niaga Migran dan Awak Kapal Niaga Migran.
Selain itu, sebagai tindak lanjut Perpres 18/2019 tentang Pengesahan ratifikasi SCTWF, Pemerintah perlu segera menyusun program dan rencana aksi pengembangan sumber daya manusia Awak Kapal Perikanan terutama tentang kualifikasi /kompetensi awak kapal ikan.
Direktur Perkapalan dan Kepelautan, Kementerian Perhubungan, Capt Sudiono mengatakan, pihaknya akan memberikan sanksi tegas kepada agen penyalur pemilik SIUPPAK yang melakukan pelanggaran pengiriman awak kapal ke luar negeri.
"Pembinaan kami lakukan secara intensif dan berikan sanksi administratif maupun sanksi lain yang lebih berat," katanya.
Asisten Deputi, Keamanan dan Ketahanan Maritim, Kementerian Koordinator Matitim dan Investasi, Basilio Diaz Araujo mengatakan saat ini ada gap dan tumpang tindih regulasi tentang awak kapal perikanan sehingga efektivitas pelaksanaannya belum begitu baik dan segera diperbaiki.
"Selain beberapa konvensi internasional yang belum kita ratifikasi, aturan dalam negeri saat ini selain tumpang tindih, pelaksanaannya belum terlalu efektif," tambahnya.
Melalui Tim Nasional Perlindungan Awak Kapal Perikanan, upaya harmonisasi regulasi, mekanisme inspeksi bersama dan penyadaran masyarakat akan terus dilakukan melalui kerja sama antar-Kementerian dan Lembaga.
Direktur SAFE Seas Project Nono Sumarsono mengingatkan agar Indonesia serius menangani awak kapal perikanan sebab kasus ABK Indonesia di kapal ikan berbendera China telah menjadi perhatian internasional.
"Perbaikan jangka panjang penting, tapi aksi jangka pendek merupakan kebutuhan mendesak karena isu ini sangat terkait dengan aspek HAM," kata Nono Sumarsono.