Bisnis.com, JAKARTA — DPD Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia Bali meminta supaya perizinan proyek apartemen di wilayah itu dibuka menyusul perizinan kondotel dan hotel yang sudah ada.
Ketua DPD REI Bali Pande Agus mengatakan bahwa pihaknya tengah memperjuangkan perizinan apartemen yang belum dibuka oleh pemerintah daerah, padahal apartemen bisa menjadi solusi terhadap alternatif hunian di Bali.
"Apartemen sendiri masih belum ada izin di Bali. Jadi, untuk perizinan hunian vertikal memang masih belum ada terkecuali izin kondotel. Namun, untuk apartemen sendiri belum ada," katanya kepada Bisnis, Selasa (12/5/2020).
Saat ini, alternatif hunian di Bali kebanyakan adalah indekos. Menurutnya, Bali memerlukan terobosan untuk memenuhi kebutuhan tempat tinggal ke depan. Lagi pula, pihaknya mempertanyakan mengapa izin kondotel bisa diberikan, akan tetapi apartemen masih ditutup.
Dalam memperjuangkan hal ini, REI Bali terus mencoba berdiskusi dengan tokoh masyarakat dan pemerintah setempat karena mereka merasa bahwa pertumbuhan penduduk di Bali masih terkendali sehingga pembangunan hunian vertikal dinilai belum mendesak.
Artinya, kata Pande Agus, mereka meyakini bahwa kebutuhan tempat tinggal ke depan masih mencukupi dengan rumah tapak, padahal dampak domino yang bisa ditimbulkan ke depan sebetulnya harga lahan yang kian melambung di Bali.
Baca Juga
"Ambil contoh, harga tanah di Bali dengan Jakarta dan Surabaya di prime location, misalnya, per meternya itu Rp5 juta meter persegi atau Rp500 juta per are. Namun, bisa naik [dibangun] hingga 10 dan 15 lantai, artinya secara bisnis itu perhitungan per unitnya bisa lebih murah daripada kita membuat rumah tapak," katanya.
Pande Agus juga mengatakan bahwa pihaknya mengusulkan agar pembangunan proyek apartemen nantinya bisa diberi sistem zonasi agar tidak mengganggu lahan pertanian dan pariwisata. Hal itu dapat dikaji lebih lanjut titik mana saja yang bisa dibangun apartemen di Bali.
Dia khawatir jika alternatif hunian di Bali tidak dicari solusi, bisa berdampak pada berubahnya kosala-kosali atau suatu konsep tata ruang rumah adat di Bali seiring pertumbuhan penduduk ke depan dan harga lahan yang makin mahal dan tak terjangkau oleh masyarakat.
Hal ini mengingat rumah adat di setiap daerah di Bali bisa ditimpati oleh satu lebih kepala keluarga sehingga terjadinya perombakan rumah adat untuk dijadikan kamar.
"Itu fenomena yang harus kita pertimbangkan ke depannya. Apabila kita tak membuat terobosan, rumah itu akan menjadi suatu barang mewah bagi generasi muda karena harganya tidak akan bisa terjangkau," tuturnya.