Bisnis.com, JAKARTA – Mantra “Sell in May” tampaknya akan terus berlanjut pada pasar negara berkembang (emerging market).
Terlepas dari adanya optimisme gencatan perang dagang antara Amerika Serikat dan China, pekan pertama bulan Mei tampak mengecewakan bagi pasar saham dan mata uang.
Bank sentral China akhir pekan lalu menyatakan akan menggunakan kebijakan-kebijakan yang "lebih kuat" untuk menangkal pukulan yang diderita negara ini akibat wabah penyakit virus corona (Covid-19).
Selain itu, seiring dengan meningkatnya tekanan utang di seluruh emerging market, Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa menyerukan agar negara-negara Afrika diizinkan untuk menghentikan utang selama dua tahun demi memberi mereka ruang fiskal untuk melawan dampak pandemi ini.
“Setelah mengalami rebound awal dalam aktivitas setelah dibukanya lockdown, beberapa faktor kemungkinan akan menahan pemulihan seperti utang yang tinggi, default perusahaan, pasar tenaga kerja yang tidak efisien, de-globalisasi, dan ketegangan China-AS,” tulis David Hauner, ahli strategi di Bank of America Merrill Lynch, dalam sebuah laporan.
“Pengalaman dengan dibukanya [lockdown] di China menyiratkan kehati-hatian untuk minat terhadap aset berisiko di seluruh pasar negara berkembang,” tambahnya, seperti dilansir melalui Bloomberg, Senin (11/5/2020).
Baca Juga
Meski sejumlah negara melangkah ke arah pelonggaran pembatasan, dampak dari lockdown kemungkinan akan bertahan. China, Meksiko, dan Filipina melaporkan kontraksi ekonomi pada kuartal lalu.
“Keadaan lockdown nasional, mengucurkan stimulus yang diumumkan, dan dampak mengerikan seperti yang terlihat melalui laporan-laporan korporasi akan terus menjadi penggerak pasar," kata Hasnain Malik, kepala strategi ekuitas di Tellimer.
Daftar ketidakpastian pada pekan berikutnya kemungkinan akan kembali menyulut sikap waspada pada pasar. Berikut beberapa prediksi agenda ekonomi di emerging market pekan ini:
- Bank sentral Meksiko diperkirakan akan memangkas suku bunga lebih lanjut sebesar 50 basis poin pada Kamis (14/5/20202) seiring dengan mendalamnya dampak pandemi Covid-19.
- Bank sentral Mesir kemungkinan akan mempertahankan suku bunganya setelah mencatat capital outlfow senilai US$14 miliar pada bulan Maret, ketika melakukan pemangkasan biaya pinjaman secara besar-besaran.
- Risalah dari pertemuan terakhir bank sentral Brasil akan dirilis pada Selasa (12/5/2020). Sebelumnya, para pembuat kebijakan telah memangkas suku bunga ke rekor level terendah. Sementara itu, data penjualan ritel untuk Maret yang dirilis Rabu (13/5/2020) mungkin akan menunjukkan kontraksi tajam.
- Bloomberg Economics mempekirakan data inflasi Argentina untuk bulan April yang dirilis Kamis (14/5/2020) akan menunjukkan penurunan terkait karantina negeri ini.
- China dijadwalkan untuk merilis laporan data inflasi dan indeks harga produsen untuk bulan April pada Selasa (12/5/2020), sementara data produksi industri dan penjualan ritel akan dirilis pada Jumat (15/5/2020). Menurut Bloomberg Economics, data tersebut mungkin akan menunjukkan membaiknya kondisi ekonomi. Namun, pemulihan pasca-lockdown akan tertahan oleh kemerosotan global.
- Ekonomi Malaysia diperkirakan akan terkontraksi pada kuartal pertama, menurut Bloomberg Economics yang memprediksi penurunan sebesar 3,3 persen dari tahun sebelumnya. Perang harga minyak, ketegangan politik, dan lockdown dipandang akan memperdalam penurunan data ekonomi yang akan dirilis Rabu (13/5/2020).
- India akan merilis laporan inflasi dan produksi industri pada Selasa (12/5/2020), dan selanjutnya data perdagangan pada Jumat (15/5/2020).
- Indonesia dijdwalkan untuk merilis laporan data perdagangan pada Jumat (15/5/2020).
- Investor akan mencermati tanda-tanda perlambatan di Kolombia selama kuartal pertama ketika data produk domestik bruto dirilis pada Jumat (15/5/2020). Karantina nasional negara ini, yang dimulai pada akhir Maret, telah diperpanjang setidaknya hingga 25 Mei.