Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kualitas Data Menentukan Investasi Migas

Pengamat ekonomi energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi mengatakan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) harus bisa membuat data yang lebih akurat.
Fasilitas produksi Blok Rokan yang dikelola PT Chevron Pacific Indonesia, Minas, Riau.Dok: SKK Migas
Fasilitas produksi Blok Rokan yang dikelola PT Chevron Pacific Indonesia, Minas, Riau.Dok: SKK Migas

Bisnis.com, JAKARTA – Penguatan data yang diberikan kepada investor atau kontraktor yang akan melakukan eksplorasi di wilayah kerja bisa menjadi solusi untuk menghindari kegagalan eksplorasi.

Pengamat ekonomi energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi mengatakan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) harus bisa membuat data yang lebih akurat.

Pasalnya, keakurasian data sangat diperlukan untuk investor mengingat hal tersebut dapat menentukan nilai keekonomian suatu proyek.

Selain itu, skema kontrak kerja atau production sharing contract (PSC) cost recovery bisa mendorong investor untuk mendapatkan cadangan migas.

Adapun, pada tahun ini SKK Migas menurunkan target gross revenue dari US$32,09 miliar menjadi US$19,95 miiliar dengan perincian US$6,7 miliar merupakan bagian pemerintah, US$9,11 bagian cost recovery, dan US$4,15 miliar bagian kontraktor.

"Gunakan regime contract cost recovery, investor akan berusaha keras untuk dapatkan cadangan minyak agar biaya dikeluarkan diganti pemerintah," katanya kepada Bisnis, Senin (11/5/2020).

Sementara itu, Pendiri ReforMiner Institute Pri Agung Rakhmanto berpendapat kepastian penawaran wilayah yang berkualitas menjadi kunci untuk menjaga minat investor untuk melakukan eksplorasi.

Menurut dia, SKK Migas harus bisa lebih menjamin data wilayah kerja yang nantinya dijadikan acuan oleh para kontraktor.

"Kita harus meningkatkan kualitas wilayah kerja yang ditawarkan. Termasuk dalmm hal ini kualitas data yang ada dan fiscal terms yang digunakan dalam lelang wilayah kerja," katanya.

Berdasarkan data SKK Migas, dalam kurun waktu 2015—2019, investasi untuk kegiatan eksplorasi cenderung menurun.

SKK Migas mencatat secara berturut-turut pada 2015—2019 investasi untuk kegiatan eksplorasi tercatat US$970 juta, US$910 juta, US$570 juta, US$620 juta, dan US$620 juta pada 2019.

Dalam beberapa eksplorasi yang dilakukan, tidak jarang kontraktor harus gigit jari karena tidak ditemukannya sumber daya alam yang terkandung dalam wilayah kerja yang ditawarkan, sehingga membuat beberapa investor hengkang setelah menggelontorkan data investasi.

Dalam perkembangan yang terbaru, SKK Migas menjelaskan kronologi hengkangnya Pan Orient sebagai investor untuk proyek Blok East Jabung.

SKK Migas menyatakan berdasarkan hasil evaluasi pengeboran Anggun-1 di Blok East Jabung tercatat dryhole atau tidak ditemukan potensi migas yang menarik bagi Talisman East Jabung BV dan Pan Orient Energy East Jabung Pte. Ltd.

Wakil Kepala SKK Migas Fatar Yani Abdurrahman mengatakan atas dasar itu, pada Maret lali Pan Orient menarik diri dari wilayah kerja East Jabung.

Fatar menjelaskan proses pengembangan wk eksplorasi yang dikembangkan sejak 2011 lalu. Tepatnya 21 November 2011 kontrak kerja sama East Jabung disepakati dengan komitmen pasti studi G and G, reprocessing Seismik 2D 200 kilometer, akuisisi Seismik 2D dan processing 250 km dan lainnya.

Setelah enam tahun melakukan eksplorasi, pada 2017 terjadi dua pengeboran 2 sumur eksplorasi dengan temuan ditemukan cadangan migas (sumur Ayu-1) dan dryhole (Elok-1).

"Jadi berakhirnya 2019 pengeboran sumur eksplorasi sudah tidak ada lagi komitmen pasti. Itu hanya opsional. Tidak lagi ada kewajiban namun untuk RKAP 2020," katanya, Selasa (28/4/2020).

Pada Maret 2020, Pant Orient Energy Corp. memilih untuk meninggalkan kegiatan operasionalnya karena perusahaan terus mencatatkan kerugian pada proyek itu. Untuk melakukan eksplorasi tersebut, Pan Orient telah mengucurkan investasi senilai $15,1 juta dengan perincian $3,3 juta pada 2018 dan $11,8 juta pada 2019.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper