Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

RUU Minerba: Kewenangan Perizinan Smelter Hingga Pengelolaan Minerba Nasional Disepakati

Tim Panja RUU Minerba pemerintah bersama dengan Tim Panja RUU Minerba DPR RI membahas DIM RUU Minerba mulai 18 Februari 2019 hingga 11 Maret 2020.
Articulated dump truck mengangkut material pada pengerukan lapisan atas di pertambangan nikel PT. Vale Indonesia di Soroako, Luwu Timur, Sulawesi Selatan, Kamis (28/3/2019)./ANTARA-Basri Marzuki
Articulated dump truck mengangkut material pada pengerukan lapisan atas di pertambangan nikel PT. Vale Indonesia di Soroako, Luwu Timur, Sulawesi Selatan, Kamis (28/3/2019)./ANTARA-Basri Marzuki

Bisnis.com, JAKARTA – Pembahasan Rancangan Undang Undang Minerba menyepakati sejumlah perubahan pasal-pasal dari Undang-Undang No.4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara.

Tim Panja RUU Minerba pemerintah bersama dengan Tim Panja RUU Minerba DPR RI membahas DIM RUU Minerba mulai 18 Februari 2019 hingga 11 Maret 2020.

Menteri Energi Arifin Tasrif menuturkan dari pembahasan tersebut telah menyepakati pasal-pasal yang dilakukan perubahan dalam RUU Minerba.

"Pertama terkait penyelesaian permasalahan antarsektor dimana melalui demarkasi kewenangan perizinan pengolahan dan pemurnian antara kementerian ESDM dengan Kemenperin serta adanya jaminan pemanfaatan ruang pada wilayah yang telah diberikan kepada pemegang izin," ujarnya dalam rapat kerja, Senin (11/5/2020).

Kedua, konsepsi wilayah hukum petambangan, melalui pengaturan ini, kegiatan penyelidikan dan penelitian pertambangan dapat dilakukan di seluruh wilayah hukum Indonesia.

Ketiga, penguatan kebijakan peningkatan nilai tambah, yaitu melaIui pemberian insentif jangka waktu perizinan bagi izin usaha pertambangan (IUP)/Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) yang terintegrasi dengan fasilitas pengolahan dan/atau pemurnian.

Keempat, mendorong Kegiatan eksplorasi untuk penemuan deposit minerba, yaitu melalui penugasan penyelidikan dan penelitian kepada lembaga riset negara, BUMN, BUMD, atau Badan Usaha Swasta serta dengan pengenaan kewajiban penyediaan dana ketahanan cadangan kepada pelaku usaha.

Kelima, pengaturan khusus tentang Izin Pengusahaan Batuan, menghadirkan Perizinan baru yakni Surat Izin Penambangan Batuan (SIPB) yang mekanisme perizinannya lebih mudah dan sederhana.

Keenam, reklamasi dan Pascatambang, yaitu melalui pengaturan sanksi pidana bagi pemegang izin yang tidak melakukan reklamasi dan pasca tambang.

Ketujuh, terkait jangka waktu perizinan untuk IUP atau IUPK yang terintegrasi, perizinan yang terintegrasi dengan fasilitas pengolahan dan pemurnian logam atau kegiatan pegembangan atau pemanfaatan batubara diberikan untuk jangka waktu 30  tahun dan diberikan perpanjangan selama 10 tahun setiap kali perpanjangan setelah memenuhi persyaratan.

Kedelapan, mengakomodir putusan Mahkamah Konstitusi, penetapan wilayah pertambangan dilakukan setelah ditentukan oleh pemda provinsi serta penghapusan besaran luas minimum pada Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) eksplorasi.

Kesembilan, terkait status mineral dan batubara dengan keadaan terentu, pengaturan status mineral atau batubara yang diperoleh dari penambangan tanpa izin ditetapkan sebagai barang sitaan atau barang milik negara.

Kesepuluh, penguatan peran BUMN, diantaranya pengaturan bahwa eks WIUP dan Wilayah Izin Pertambangan Khusus (WIUPK) dapat ditetapkan sebagai WIUPK yang penawarannya diprioritaskan kepada BUMN, serta BUMN mendapatkan prioritas dalam pembelian saham divestasi.

Kesebelas, terkait kelanjutan operasi Kontrak Karya (KK)/Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) menjadi IUPK sebagai kelanjutan operasi dengan mempertimbangkan upaya peningkatan penerimaan negara.

Keduabelas, terkait Izin Pertambangan Rakyat, menambahkan luas maksimal Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) yang semula 25 hektare menjadi 100 hektare serta menambahkan jenis pendapatan daerah berupa iuran pertambangan rakyat.

Ketigabelas, terkait tersedianya Rencana Pengelolaan Minerba Nasional, sebagai pedoman pengelolaan mineral dan batubara secara berkelanjutan.

Arifin menuturkan dari pembahasan yang telah dilakukan Tim Panja RUU Minerba tersebut, diperoleh hasil bertambahnya 2 bab, 51 pasal ditambah, 83 pasal diubah dan  9 pasal dihapus sehingga total perubahan pasal berjumlah 143 pasal dari 217 pasal.

"Ini sekitar 82 persen dari jumlah pasal yang ada dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009. Dengan mengingat bahwa jumlah pasal UU Nomor 4 Tahun 2009 yang mengalami perubahan sangat besar, kami mengharapkan agar forum Rapat Kerja ini dapat mempertimbangkan penyusunaan RUU Minerba menggunakan konsep RUU Penggantian, bukan RUU Perubahan," tuturnya.

Arifin menambahkan selain pembahasan RUU Minerba oleh Tim Panja, RUU Minerba juga telah disosialisasikan dengan berbagai pihak melalui konsultasi publik sepanjang tahun 2018 hingga 2020 yang diselenggarakan oleh Kementerian ESDM melibatkan pemerintah daerah, perguruan tinggi, masyarakat sipil, organisasi profesi pertambangan, dan pelaku usaha pertambangan.

"Focus Group Discussion yang melibatkan seluruh anggota Komisi VII DPR RI maupun perwakilan Kementerian terkait; dan Diskusi Publik secara Online sebagai bentuk partisipasi dan masukkan dari masyarakat luas pada 29 April 2020," tuturnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper