Bisnis.com, JAKARTA – Revisi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba) memasuki tahap akhir.
Komisi VII DPR RI bersama pemerintah saat ini sedang mengadakan rapat kerja dengan agenda pengambilan keputusan dan penandatanganan naskah Revisi UU (RUU) Minerba.
Ketua Panitia Kerja (Panja) RUU Minerba Bambang Wuryanto mengatakan secara umum ada sembilan rumusan penting yang disepakati Panja Komisi VII dan Pemerintah.
Menurutnya, rumusan tersebut juga sudah mempertimbangkan harmonisasi dengan RUU Cipta Kerja atau Omnibus law.
"Hasil harmonisasi menghasilkan beberapa perubahan substansi, terutama yang berkaitan dengan kewenangan pengelolaan pertambangan minerba, penyesuaian nomenklatur perizinan, dan kebijakan terkait divestasi saham," ujarnya dalam Rapat Kerja, Senin (11/5/2020).
Secara umum, RUU Perubahan atas UU No 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Minerba telah menyepakati sembilan rumusan penting. Pertama, adanya jaminan dari pemerintah pusat tidak melakukan perubahan pemanfaatan ruang dan kawasan terhadap Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP), Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) dan Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) yang telah ditetapkan, serta menjamin terbitnya perijinan yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan.
Kedua, usaha pertambangan dilaksanakan berdasarkan perizinan berusaha dari pemerintah pusat. Izin terdiri atas Izin Usaha Pertambangan (IUP), Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), IUPK sebagai kelanjutan operasi kontrak/perjanjian, Izin Pertambangan Rakyat (IPR), Surat Izin Pertambangan Bantuan (SIPB), izin penugasan, izin pengangkutan dan penjualan, izin usaha jasa pertambangan dan izin usaha pertambangan untuk penjualan.
"Terkait pemberian izin, Pemerintah Pusat dapat mendelegasikan kewenangan pemberian Perizinan Berusaha kepada Gubernur sekurang-kurangnya untuk SIPB dan IPR sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan," katanya.
Ketiga, terkait, bagian Pemerintah Daerah dari hasil kegiatan pertambangan, jika sebelumnya Pemerintah provinsi hanya mendapat bagian sebesar 1 persen melalui RUU perubahan ini meningkat menjadi 1,5 persen.
Keempat, adanya kewajiban bagi pemegang IUP dan IUPK untuk menggunakan jalan pertambangan dalam pelaksanaanbkegiatan usaha pertambangan. Jalan pertambangan tersebut dapat dibangun sendiri atau bekerjasama.
Kelima, adanya kewajiban bagi pemegang IUP dan IUPK untuk mengalokasikan dana untuk pelaksanaan program pengembangan dan pemberdayaan masyarakat yang besaran minimumnya ditetapkan oleh Menteri
Keenam, kewajiban bagi badan usaha pemegang IUP operasi produksi atau IUPK operasi produksi yang sahamnya dimiliki oleh asing untuk melakukan divestasi saham secara langsung sebesar 51 persen secara berjenjang kepada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, BUMN, BUMD, dan/atau Badan Usaha Swasta Nasional
Ketujuh, kewajiban bagi pemegang IUP operasi produksi dan IUPK operasi produksi untuk menyediakan dana ketahanan cadangan Mineral dan Batubara yang dipergunakan untuk kegiatan penemuan cadangan baru
Kedelapan, terkait kegiatan reklamasi dan pascatambang, pemegang IUP operasi produksi atau IUPK operasi produksi sebelum menciutkan atau mengembalikan WIUP atau WlUPKnya wajib melaksanakan reklamasi dan pasca tambang hingga mencapai tingkat keberhasilan 100 persen.
"Begitu juga dengan eks pemegang IUP atau IUPK yang telah berakhir wajib melaksanakan reklamasi dan pascatambang hingga mencapai tingkat keberhasilan 100 persen serta menempatkan dana jaminan pasca tambang," ucap Bambang.
Kesembilan, terkait keberadaan inspektur tambang dimana dalam perubahan UU Minerba ini ini menjadi tanggungjawab pengelolaan anggaran, sarana, prasarana, serta operasional inspektur tambang dalam melakukan pengawasan dibebankan kepada Menteri.