Bisnis.com, JAKARTA — Permintaan hunian untuk segmen pengguna akhir alias end user dinilai masih menjadi ceruk pasar yang prospektif dalam beberapa waktu ke depan, terlepas dari lesunya industri ini sejak 7 tahun ke belakang.
Apabila dibandingkan dengan segmen investor yang sekitar 80 persennya menyerap permintaan rumah di atas Rp1 miliar, pangsa pasar end user rata-rata lebih mengarah pada harga hunian di bawah Rp500 juta.
Melihat besarnya peluang di segmen end user, di tengah angka backlog yang juga cukup tinggi, maka tak heran pengembang dengan reputasi besar sudah gencar menambah portofolio proyeknya untuk mengincar kalangan ini.
Lagi pula, rata-rata pangsa pasar hunian di segmen end user adalah kalangan milenial yang belum memiliki rumah. Contoh kecil dari geliatnya permintaan konsumen akhir adalah pengembang PT Ciputra Residence yang mampu menjual 516 unit rumah di Citra Maja Raya 2 dan meraup Rp130 miliar dalam tempo kurang lebih sepekan secara daring.
Coldwell Banker Commercial Indonesia memproyeksikan bahwa subsektor perumahan diprediksi kebanjiran permintaan jika krisis corona jenis baru (Covid-19) telah berlalu di Tanah Air.
"Perumahan diperkirakan tumbuh lebih cepat dibandingkan denghan sektor lainnya, terutama perumahan di Jabodetabek karena masih tingginya kontribusi permintaan dari end user, sebagai real demand di industri properti," ujar Managing Partner of Strategic Advisory Coldwell Banker Commercial Indonesia Tommy Bastami, Minggu (10/5/2020).
Laporan Coldwell mencatat, hingga kuartal I/2020, total pasokan perumahan Jabodetabek di pasar primer diperkirakan 123.199 unit dengan 67,5 persennya sudah terjual dan 38.776 unit belum terjual.
Tommy mengatakan bahwa mayoritas pasokan perumahan berada di wilayah Bekasi hingga Karawang sebesar 46,6 persen; Bogor 24,3 persen; Tangerang hingga Banten 21,1 persen, sisanya tersebar di Depok dan Jakarta.
Berdasarkan pengamatannya, tingginya jumlah pasokan di tiga wilayah itu karena didukung oleh keberadaan kawasan industri dan ketersediaan moda transportasi publik berbasis rel, sehingga mendorong pengembangan dengan konsep berorientasi transit atau transit oriented development (TOD).
"Permintaan didominasi oleh proyek-proyek yang baru dipasarkan selama setahun terakhir, terutama pada segmen pasar menengah bawah serta perumahan bersubsidi [untuk segmen end user]," katanya.
MASIH TUMBUH
Pasar perumahan di Jabodetabek terbilang masih tumbuh positif selama kuartal I/2020 karena beberapa proyek menikmati penyerapan yang lebih tinggi dibandingkan dengan tahun lalu, terutama selama periode Januari dan Februari 2020.
Namun, perlambatan mulai terjadi saat memasuki Maret atau sejak kasus pertama Covid-19 mulai diumumkan Presiden Joko Widodo.
Tommy menyadari bahwa sentimen Covid-19 telah memberi pengaruh baik terhadap pasokan maupun permintaan perumahan selama kuartal pertama. Ini terindikasi dari penurunan pasokan baru sebesar 5 persen secara kuartalan dan penyerapan permintaan yang cukup rendah pada proyek-proyek baru yang diluncurkan.
Menurutnya, pasokan baru selama kuartal pertama juga sebagian besar mulai dipasarkan pada Januari dan Februari. Proyek-proyek tersebut di antaranya berlokasi di Maja, Balaraja, BSD City, Kabupaten Bogor, dan Kabupaten Karawang, sedangkan pada Maret, tidak terdapat penambahan pasokan baru di sektor perumahan lantaran ditunda.
"Didorong oleh kontribusi end user, perumahan pada segmen menengah ke bawah menjadi yang paling banyak diminati, antara lain yang berlokasi di wilayah Tangerang—Banten karena masih terdapat transaksi meskipun pada kondisi pandemi Covid-19," tuturnya.
Berdasarkan kajiannya, Tommy mengatakan bahwa end user akan lebih tertarik pada pengembangan perumahan yang didukung oleh aksesibilitas. Perumahan yang memiliki akses langsung terhadap stasiun kereta api, misalnya, terlihat menunjukkan penyerapan yang baik.
"Pada dasarnya perumahan merupakan sektor yang paling bertahan dan terus tumbuh dibandingkan dengan sektor properti lainnya meskipun di tengah pandemi Covid-19 di Jabodetabek, terutama perumahan segmen menengah ke bawah," katanya.
BUTUH DUKUNGAN
Di tengah ketidakpastian ekonomi karena virus corona, pengembang memandang realistis bahwa pasar perumahan yang diperuntukkan kalangan end user khususnya hunian bersubsidi masih akan tetap ada meskipun permintaannya melambat.
Ketua Umum Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia (REI) Paulus Totok Lusida menyarankan agar permintaan ini terus ada, harus diseimbangkan dengan adanya kemudahan dalam pembelian rumah bagi end user.
Lagi pula, pemerintah juga sudah menggelontorkan Rp1,5 triliun untuk penambahan kuota subsidi yang diharapkan bisa menambah 175.000 unit rumah. Namun, dia meminta supaya perbankan juga memberi kemudahan bagi end user agar memiliki rumah.
"Saat ini bank sangat selektif untuk memberikan KPR [kredit pemilikan rumah] bagi masyarakat berpenghasilan rendah."
Sekjen Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Daniel Djumali juga bersepakat bahwa end user membutuhkan kelancaran dalam proses akad KPR di tengah wabah Covid-19.
Pada kondisi saat ini, katanya, banyak perumahan yang dibangun awal tahun dan sudah selesai 100 persen, akan tetapi tidak dapat melakukan akad KPR karena terkendala layanan perbankan hingga BPN.
Padahal, kata Daniel, selain untuk kebutuhan kalangan end user, percepatan akad KPR juga diharapkan dapat menolong arus kas pengembang di masa sulit akibat virus corona ini.