Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Tren PMI Rendah Diproyeksi Berlanjut

Purchasing managers' index (PMI) Indonesia dari IHS Markit per April sudah menunjukkan level terendahnya sepanjang masa menjadi 27,5.
Aktivitas karyawan di salah satu pabrik di Jakarta, Jumat (20/9/2019). Bisnis/Arief Hermawan P
Aktivitas karyawan di salah satu pabrik di Jakarta, Jumat (20/9/2019). Bisnis/Arief Hermawan P

Bisnis.com, JAKARTA — Lamanya penanganan pandemi virus corona atau Covid-19 akan semakin memperparah kondisi perekonomian Tanah Air. Setidaknya, asumsi tersebut tercermin dari realisasi Purchasing Managers' Index (PMI) Indonesia per April 2020.

Terbaru, PMI Manufaktur Indonesia dari IHS Markit per April sudah menunjukkan level terendahnya sepanjang masa menjadi 27,5.

Kalangan ekonom menilai hasil kinerja manufaktur di atas menjadi suatu kewajaran bahkan diprediksi masih berlanjut di bulan selanjutnya.

Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah mengatakan dalam kondisi sekarang ini, adanya pembatasan aktivitas ekonomi dan pabrik banyak tutup, PMI sudah pasti turun. Ke depan tentu masih tergantung kepada penyebaran wabahnya.

"Saya kira masih turun lagi di Mei ini, sampai Juni diyakini masih akan menjadi puncak wabah covid-19 sehingga PMI berpotensi lebih rendah lagi," katanya kepada Bisnis, Senin (4/5/2020).

Piter melanjutkan dengan demikian, tentu akan berpengaruh pada kontraksi pertumbuhan ekonomi. Pada kuartal II/2020 bayang-bayang pertumbuhan minus pun tak terelakkan.

Piter memproyeksi paling positif pertumbuhan ekonomi masih akan dikisaran satu persen pada kuartal ini.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira pun memprediksi penurunan tajam akan terjadi dalam beberapa bulan ke depan. Puncak dari pelambatan industri diperkirakan terjadi pada paruh kedua 2020.

Menurutnya kesulitan memperoleh bahan baku, dan tekanan daya beli masyarakat memaksa industri mengurangi inventornya.

"Langkah kongkrit untk bantu industri, perbesar stimulus fiskal dari 2,5 persen PDB menjadi 10 persen. Kemudian berikan diskon tarif listrik bagi sektor padat karya, harga BBM cepat disesuaikan, dan tambah jaring pengaman sosial dalam bentuk BLT kepada kelas menengah rentan miskin," ujarnya.

Kepala Center of Industry, Trade, and Investment Indef Andry Satrio Nugroho menambahkan industri sudah tertekan sejak awal tahun atau outbreak covid-19 di China terutama dari segi impor bahan baku.

Kondisi tersebut semakin berlanjut ketika pandemi ini masuk ke Indonesia. Sementara  itu, saat ini beberapa industri manufaktur besar berada di daerah yang diberlakukan PSBB menyebabkan industri harus tutup atau dibatasi operasinya.

Di sisi permintaan pun menurun yang membuat industri tertekan dan tren karyawan tang di rumahkan hingga PHK terus meningkat.

"Bahkan ketika tidak ada PSBB pun ada beberapa daerah yang berinisiatif melakukan pembatasan parsial. Ada beberapa daerah yang juga memaksa untuk menutup pabrik dan menghentikan produksi juga meskipun memenuhi protokol kesehatan," kata Andry.

Menurutnya pada intinya semua ingin permasalahan covid-19 bisa selesai, meski ini cukup sulit karena menunggu keberadaan vaksinnya.

Untuk itu, sekarang solusi yang bisa dilakukan adalah memacu industri dalam menghadapi kondisi new normal ini. Pemerintah bisaa membantu melalui instrumen yang bisa menurunkan biaya utilitas.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper