Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Menanti Ujung Landasan Kebijakan Larangan Terbang

Dalam beberapa hari terakhir, masyarakat dibuat bingung dengan beberapa penyesuaian larangan terbang dari Kementerian Perhubungan, sehingga perlu ada kepastian.
Sejumlah pesawat terpakir di Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Jumat (24/4/2020). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Sejumlah pesawat terpakir di Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Jumat (24/4/2020). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA - Membingungkan. Mungkin itu adalah respons pertama yang muncul dari masyarakat yang mengikuti perkembangan soal larangan mudik dari pemerintah, khususnya pada sektor transportasi udara.

Bagaimana tidak, pada Kamis (23/4/2020) sore, Kementerian Perhubungan melalui Dirjen Perhubungan Udara Novie Riyanto menyampaikan secara lisan bahwa pemerintah menghentikan seluruh penerbangan yang mengangkut penumpang secara nasional.

Dalam konferensi pers yang berlangsung secara virtual, Novie menjelaskan bahwa ketentuan pelarangan terbang tersebut berlaku baik penerbangan berjadwal maupun tidak berjadwal. Semuanya tidak boleh untuk mengangkut penumpang, yang tujuannya untuk mudik.

"Kemudian apakah [larangan] ini berlaku di daerah [zona] merah, hijau, biru? Tidak, tetapi ini berlaku nasional," katanya saat itu.

Lantas, mantan Direktur Utama AirNav Indonesia ini melanjutkan bahwa pemberlakuan larangan secara nasional dilakukan karena transportasi udara memiliki karakteristik yang berbeda dengan moda transportasi darat. Artinya, bahwa sekali itu terjadi pelarangan maka bersifat nasional.

Sementara untuk pengecualiannya sudah dijelaskan bahwa dilakukan terhadap penggunaan sarana transportasi udara hanya diberlakukan untuk pimpinan lembaga tinggi negara dan tamu atau wakil kenegaraan dan perwakilan organisasi internasional. Selain itu, juga operasional penerbangan internasional khusus repatriasi atau pemulangan warga negara Indonesia (WNI) maupun warga negara asing (WNA).

Dia menuturkan pengecualian juga berlaku bagi operasional penegakan hukum, ketertiban, dan pelayanan darurat, operasional angkutan kargo (kargo penting dan esensial). Saat ini, pesawat konfigurasi penumpang dapat digunakan untuk mengangkut kargo di dalam kabin penumpang khusus untuk pengangkutan kebutuhan medis, kesehatan, dan sanitasi serta pangan.

Selanjutnya, pengecualian terhadap operasional lainnya dengan seizin dari Menteri Perhubungan dalam rangka mendukung percepatan penanganan pandemi Covid-19.

Sore itu, peraturan menteri perhubungan (permenhub) yang sedianya menjadi payung hukum kebijakan tersebut belum resmi diterbitkan. Staf Ahli Hukum dan Reformasi Birokrasi Menhub Umar Aris menyebut beleid baru akan diterbitkan pada 24 April 2020, atau keesokan harinya.

Sontak, seluruh media arus utama menuliskan berita pelarangan terbang tersebut hanya berdasarkan kutipan dari pernyataan Dirjen Novie. Isinya soal Kemenhub yang melarang penerbangan di dalam negeri.

Menanti Ujung Landasan Kebijakan Larangan Terbang

Suasana sepi terlihat di Terminal IA Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Jumat (24/4/2020). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Beberapa pemangku kepentingan terkait, salah satunya seperti operator bandara, pun langsung merespons arahan larangan tersebut. PT Angkasa Pura I (Persero) sekonyong-konyong menyebarkan siaran pers pada malam itu juga. Intinya mereka memutuskan untuk menutup 15 bandara yang dikelolanya, khususnya layanan penumpang.

Sementara, PT Angkasa Pura II (Persero) juga mengeluarkan rilis yang sama pada keesokan harinya. Mereka menutup seluruh bandara yang dikelola di 19 lokasi dan hanya melayani penerbangan kargo, serta yang dikecualikan. Kedua operator bandara itu menutup akses layanan bagi penumpang mulai 24 April 2020 hingga 1 Juni 2020.

Masih pada hari yang sama atau 24 April 2020, seperti telah disebutkan di awal, Permenhub No. 25/2020 tentang Pengendalian Transportasi Selama Masa Mudik Idul Fitri Tahun 14441 Hijriah Covid-19 yang ditunggu, akhirnya terbit dan beredar di grup Whatsapp wartawan.

Ternyata, ada klausul yang berbeda dengan pernyataan para pejabat saat konferensi pers hari sebelumnya. Salah satunya adalah pada Pasal 19, yang pada intinya larangan penerbangan hanya berlaku di dalam negeri yang ditetapkan sebagai pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dan/atau zona merah penyebaran Covid-19.

Hal tersebut diperkuat dengan siaran pers dari Biro Komunikasi dan Informasi Publik (BKIP) yang berisi pernyataan dari Juru Bicara Kemenhub Adita Irawati untuk menjelasakan klausul tersebut. Maskapai juga diberi waktu untuk menyelesaikan layanan penerbangan terakhir pada hari itu dengan tetap menerapkan protokol kesehatan selama pandemi.

Seakan belum selesai dengan penyesuaian, kali ini giliran Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, yang baru kembali bekerja usai dinyatakan sembuh dari Covid-19, mengeluarkan pernyataan baru. Dalam konferensi pers virtual, Senin (27/4/2020), Kemenhub siap akomodir usulan agar penerbangan berjadwal domestik untuk keperluan bisnis masih dapat dilakukan kendati terdapat larangan mudik.

Pebisnis diperkenankan menempuh perjalanannya menggunakan transportasi udara untuk memenuhi kepentingan bisnisnya beraktivitas antarkota. Pihaknya meminta agar Gugus Tugas Penanganan Covid-19 yang mengurus protokol kesehatan tersebut, agar dapat dilaksanakan secara tepat dan berjalan baik.

Menanti Ujung Landasan Kebijakan Larangan Terbang

Juru Bicara Kementerian Perhubungan Adita Irawati./Dok. Istimewa

Lagi-lagi, hanya selang beberapa jam setelah Menhub selesai mengadakan konferensi pers, Adita mencoba untuk meluruskan pernyataan atasannya melalui pernyataan pers. Kata 'pebisnis' yang dimaksud oleh Budi adalah pelaku usaha yang membawa barang/logistik (angkutan barang/logistik) yang dibutuhkan oleh masyarakat, dengan tetap menerapkan protokol kesehatan.

Padahal, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) daring, definisi pebisnis adalah orang yang secara komersial berusaha dalam dunia perdagangan; orang yang berbisnis. Pengertian yang dimaksud adalah merujuk kepada orang bukan benda atau barang.

Menanggapi polemik larangan penerbangan ini, konsultan dari Jaringan Penerbangan Indonesia (Japri) Gerry Soejatman mengakui kebijakan pemerintah sangat mendadak dan terkesan buru-buru.

"Dilematis. Pemerintah memang harus segera mengambil langkah, mau dinilai benar atau salah," kata Gerry.

Dia menilai usulan layanan penerbangan khusus untuk pebisnis memang diperlukan dan tetap ada. Hal tersebut juga dilakukan pada negara lain, yang hanya melarang penerbangan untuk kepentingan pribadi.

Tantangannya adalah cara pemerintah memastikan agar larangan mudik tetap dilakukan, tetapi perjalanan bisnis tetap ada. Hal tersebut membutuhkan persiapan yang matang dan tidak bisa terburu-buru.

Kemenhub, lanjutnya, hanya perlu menyediakan payung hukumnya. Sementara, Gugus Tugas dan Kementerian Kesehatan bisa menjalankan fungsinya sebagai pengawas protokol kesehatan agar tetap dipatuhi.

Regulator transportasi tersebut harus segera menemukan ujung landasan kebijakannya sendiri atau keputusan final, agar segera bisa dilaksanakan pemangku kepentingan terkait demi penanganan Covid-19. Tentunya, agar tidak membuat masyarakat semakin menjadi bingung di masa pagebluk.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper