Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Penurunan Harga Gas, Badan Penyalur Butuh Insentif

Penyesuaian harga gas bumi dilakukan melalui penyesuaian harga gas bumi dari kontraktor dan atau tarif penyalur gas bumi.
Tim PT PGN Tbk meninjau pelabuhan Tanjung Perak dekat pembangunan Terminal LNG Teluk Lamong. Istimewa/PGN
Tim PT PGN Tbk meninjau pelabuhan Tanjung Perak dekat pembangunan Terminal LNG Teluk Lamong. Istimewa/PGN

Bisnis.com, JAKARTA – Penerapan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 8 Tahun 2020 diprediksi bakal membuat kinerja badan usaha penyalur gas tertekan jika insentif yang dijanjikan pemerintah tidak sesuai dengan nilai keekonomian.

Permen ESDM No.8/2020 merupakan turunan Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2016 terkait dengan penerapan harga gas bumi tertentu untuk sektor industri. Pada Permen tersebut, menteri menetapkan harga gas bagi industri di plant gate dengan harga US$6 per Mmbtu untuk 7 sektor industri.

Penyesuaian harga gas bumi dilakukan melalui penyesuaian harga gas bumi dari kontraktor dan atau tarif penyalur gas bumi.

Sementara itu, Dalam Keputusan Menteri ESDM 89/2020 disebutkan bahwa penetapan surat keputusan perjanjian pengangkutan gas dan atau dokumen terkait lainnya wajib diselesaikan paling lambat 1 bulan sejak Kepmen berlaku.

Selain itu, dalam Kepmen ESDM 90/2020, disebutkan bahwa pemerintah menugaskan Pertamina melalui anak perusahaannya untuk melaksanakan penugasan penyaluran gas bumi industri. Penugasan mengacu kepada volume dan tarif yang ditetapkan.

Direktur Utama PGN Gigih Prakoso menjelaskan bahwa, untuk penyesuaian harga gas di hulu untuk bagian Jawa bagian barat menjadi US$4 per Mmbtu, Sumatra Utara menjadi US$4 — US$6,73 per mmbtu, dan Jawa Timur menjadi US$4,5 — US5,33 per mm btu.

Sementara itu, penetapan tarif penyaluran untuk Jawa bagian barat berkisar US$2 per mmbtu, untuk Sumatra Utara US$2 per mmbu, dan Jawa Timur sebesar US$1,19 per mmbtu.

Dengan demikian, harga di plant gate untuk Jawa bagian barat menjadi US$6 per mmbtu, dan Sumtara Utara menjadi US$6,52 per mmbtu, dan Jawa Timur menjadi US$6 per mmbtu.

Gigih mengungkapkan bahwa, tarif penyaluran yang ditetapkan untuk pengelolaan gas bumi PGN tersebut dibawah angka keekonomian. Dengan penetapatan harga US$6 per MMBTU, dia menyatakan perusahaan akan mengalami penurunan harga jual yang berdampak terhadap pendapatan.

Pasalnya, selama ini PGAS menetapkan harga ke pelanggan sebesar US$8,4 per MMBTU. Oleh karena itu, terdapat selisih sebesar US$2,4 dari patokan harga US$6.

Sementara itu, perusahaan membeli gas hulu dengan rata-rata harga US$5,4 per MMBTU. Artinya, margin penjualan PGAS hanya mencapai US$0,6 per MMBTU, menurun 80 persen dari sebelumnya US$3 per MMBTU.

Dengan penurunan margin, sambung Gigih, perusahaan akan menghitung secara detail untuk mendapatkan kompensasi dari penetapan harga gas.

“Kami sedang melakukan perhitungan untuk kebutuhan insentif tersebut dan menyiapkan untuk implementasi Harga Gas Bumi US$6 di plant gate industri,” katanya kepada Bisnis, Jumat (24/4/2020).

Sementara itu, Direktur Utama Pertamina Gas Wiko Migantoro mengungkapkan bahwa, penurunan tarif di sektor hilir yang lebih dari US$1,5 per mmbtu mempengaruhi pendapatan perseroan. Dia mengatakan, hingga saat ini pihaknya masih menghitung besaran potensi penurunan pendapatan tersebut agar nantinya bisa dijadikan acuan usualan insentif.

Wiko menyebut pihaknya akan mengusulkan untuk meminta insentif sesuai dengan yang disebutkan dalam Permen ESDM No8/2020.

“Sementara kompensasi [yang dibutuhkan] seperti pengurangan atau pembebasan iuran, pajak dan kemudahan alokasi gas,” katanya kepada Bisnis, Jumat (24/2/2020).

Direktur Executive Energi Watch Mamit Setiawan berpendapat, penerapan aturan tersebut akan sangat berdampak terhadap kinerja PGN. Jika aturan tersebut tetap dilanjutkan, maka kekhawatiran selanjutnya adalah keberlangsungan usaha badan penyalur yang tidak lagi masuk nilai keekonomian dan bahkan harus menanggung rugi

“Seharusnya Permen tersebut mengatur US$6 per mmbtu itu di hulu, bukan di plant gate. Dampaknya adalah pembangunan infrastrukur dan perawatan pipa milik PGN akan terganggu,” katanya kepada Bisnis, Minggu (26/4/2020).

Kondisi ini, jika merujuk pada Kepmen ESDM No.89/2020 yang disebutkan akan berlaku hingga 2024, tentunya kondisi ini akan sangat memberatkan kinerja PGN ke depannya.

Oleh sebab itu, dia menilai perlu ada insentif agar PGN sebagai badan usaha penyalur gas dapat melanjutkan bisnisnya dan melanjutkan pembangunan infrastruktur jaringan gas bumi.

“Implementasi ini akan semakin memberatkan kinerja PGN, karena konsumsi gas sudah turun karena adanya pengaruh Covid-19. Pemerintah saya kira harus memikirkan juga industri hilir migas ini jangan sampai mereka benar-benar jatuh,” jelasnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Muhammad Ridwan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper