Bisnis.com, JAKARTA – Pengusaha mengusulkan adanya subsidi bagi perusahaan-perusahaan yang terdampak oleh wabah corona, untuk menggaji pekerjanya.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi B. Sukamdani mengatakan terdapat kebutuhan perluasan insentif bagi dunia usaha di tengah pandemi corona saat ini. Insentif itu, di luar stimulus berupa relaksasi pembayaran pajak yang baru saja diterbitkan pemerintah
“Ada persoalan cash flow, kepada perusahaan yang tiba-tiba tidak bisa melakukan penjualan atau berproduksi karena ada pandemi dan PSBB. Jadi dibutuhkan semacam jaring pengaman sosial tambahan, dalam arti pemerintah memberikan subsidi melalui perusahaan yang sudah tidak berproduksi, agar tetap bisa membayar gaji pegawainya,” katanya, kepada Bisnis, Jumat (24/4/2020)
Praktik ini, menurutnya, sudah dilakukan oleh negara seperti Singapura, Selandia Baru dan Australia.
Hariiyadi mengatakan, kebijakan ini bisa diberikan kepada perusahaan di sektor yang terdampak parah oleh adanya wabah corona, seperti industri pariwisata, agen perjalanan dan angkutan umum terutama penerbangan.
“Kita butuh bantuan untuk perusahaan yang sudah tidak bisa bayar gaji pegawai, seperti subsidi gaji ini, walaupun tentu saja tidak secara penuh dan dalam tempo tertentu,” ujarnya.
Baca Juga
Menurutnya para pekerja formal, terutama yang perusahaannya terdampak parah oleh adanya wabah corona, perlu mendapatkan dukungan jaring pengaman sosial dari pemerintah.
“Selama ini pekerja sektor formal menjadi motor ekonomi kita, dan mereka bukan jadi target bantuan pemerintah selama ini, karena dinilai masih bisa tahan. Namun dengan adanya wabah ini dan banyak industri tidak jalan produksinya, pekerja formal ini akhirnya mendapat tekanan, sehingga butuh skema jaring penaman sosial bagi mereka ini,” katanya.
Di sisi lain, dia juga meminta agar pemerintah membantu mengurangi beban biaya infrastuktur dari perusahaan yang terdampak. Bantuan itu bisa berupa pengurangan tagihan gas dan listrik. Dia menyebutkan, terdapat beberapa perusahaan yang tidak bisa melakukan aktivitas produksi, namun harus dibebani oleh tarif minimum tagihan listrik dan gas.
“PLN kan masih meminta perusahaan membayar tarif minimum penggunaan listrik, mulai dari 40 jam per bulan hingga 233 jam per bulan. Meskipun perusahaan itu berhenti beroperasi. Hal seperti ini kan perlu direlaksasi, misalnya bayar sesuai penggunaan saja,” katanya.
Kendati demikian, dia mengapresiasi langkah yang telah diambil pemerintah dengan melakukan relaksasi perpajakan terhadap sejumlah sektor usaha. Kebijakan itu membuat pengusaha dapat mengurangi beban pengeluaran yang harus dibayarkan ke pemerintah.