Bisnis.com, JAKARTA – Perekonomian Korea Selatan mengalami kontraksi terburuk sejak krisis keuangan global pada kuartal pertama 2020 karena penyebaran virus corona menekan belanja konsumen dan aktivitas bisnis.
Dilansir dari Bloomberg, Bank of Korea mengatakan produk domestik bruto (PDB) menyusut 1,4 persen pada kuartal pertama dibandingkan dengan kuartal sebelumnya. Angka ini masih lebih tinggi dibandingkan estimasi ekonom yang memperkirakan kontraksi hingga 1,5 persen.
Dalam pernyataan terpisah, Kementerian Keuangan Korsel menyatakan guncangan terhadap ekonomi Korsel, yang sebagian besar bergantung pada perdagangan, dapat berlanjut pada kuartal II/2020 saat resesi global semakin dalam.
Pengeluaran yang dipercepat oleh pemerintah, termasuk anggaran darurat yang disusun bulan lalu, menahan laju kontraksi di kuartal pertama.
Ekonomi Korea Selatan juga diuntungkan pda kuartal terakhir dari keberhasilan pemerintah dalam mengendalikan virus secara relatif lebih cepat tanpa harus menerapkan kebijakan lockdown.
Prospek perdagangan global yang semakin suram sekarang menjadi risiko utama pertumbuhan, karena pasar di AS, Eropa, dan Jepang terhenti.
Baca Juga
"Korea Selatan lebih cepat berkembang daripada ekonomi maju lainnya," kata analis DB Financial Investment Moon Hong-cheol, seperti dikutip Bloomberg.
"Apa yang terjadi pada kuartal kedua sangat tergantung pada seberapa cepat langkah-langkah stimulus dapat disahkan."
Presiden Moon Jae-in mengatakan pada hari Rabu bahwa merencanakan anggaran darurat ketiga dan menyerukan "Kesepakatan Baru gaya Korea" untuk menciptakan lapangan kerja jangka panjang. Sejauh ini, pemerintah telah menjanjikan stimulus sedikitnya 245 triliun won (US$199 miliar) untuk menopang perekonomian.
Gubernur Bank of Korea Lee Ju-yeol memperkirakan pertumbuhan ekonomi tahun ini hanya kurang dari 1 persen. Bank sentral akan memperbarui proyeksi ekonominya pada pertemuan terjadwal berikutnya pada 28 Mei mendatang.
Ekonom Bloomberg Justin Jimenez mengatakan bahwa perdagangan dan investasi siap untuk menerima pukulan lebih lanjut karena lockdown di sejumlah negara mengurangi permintaan ekspor, sementara peningkatan jumlahPHK akan terus mengurangi konsumsi swasta.
“Stimulus lebih lanjut, termasuk rencana pengeluaran pemerintah yang agresif dan pelonggaran lebih lanjut dari Bank of Korea, akan membantu melunakkan tekanan tersebut," ungkapnya.