Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Perindustrian menyatakan industri tekstil dan produk tekstil (TPT) terkait PHK Karyawan yang jumlahnya sudah mencapai 1,5 juta akibat pandemi covid-19 ini.
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita atas kondisi tersebut industri TPT telah dipetakan oleh pemerintah dalam kelompok suffer. Meski di sisi lain, sebagian dari industri ini masuk pada kelompok high demand.
"TPT memang cukup unik, produksi APD untuk memenuhi kebutuhan yang tinggi sebenarnya menjadikan industri ini high demand tetapi kami juga mendapat laporan ada PHK 1,5 juta. Jadi kami juga letakkan pada industri suffer [terdampak]," katanya, Selasa (21/4/2020).
Menurutnya, ke depan pemerintah akan lebih mendalami struktur industri TPT dari kondisi pandemi Covid-19 ini.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Rizal Tanzil Rakhman mengakui diversifikasi ke APD menambah nafas tetapi industri garmen yang memproduksi itu hanya sebagian dari industri TPT secara total.
Pasalnya, menurut Rizal, industri garmen total kapasitas produksinya mencapai ratusan juta sementara produk APD hanya 17 juta.
Untuk itu, Rizal berharap industri TPT yang kini diunggulkan untuk menjadi besar dapat diselamatkan sesegera mungkin. Utamanya kelonggaran pada pembayaran yang rutin berjalan seperti PLN, gas, dan cicilan perbankan.
"Pokonya cashflow udah senin-kamis ini, tentu kami satu suara dengan teman-teman di hulu, kami khawatir industri kalau tidak ditambah nafas akan berhenti," ujarnya.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyfi) Redma Gita Wirawasta juga mengamini saat ini utilisasi industri TPT nasional saat ini berada di bawah 30 persen, bulan depan diperkirakan akan turun kembali hingga 20 persen.
Menurutnya sebagian besar produsen telah menutup usahanya, sebagian kecil yang masih beroperasi saat ini hanya memproduksi Alat Pelindung Diri (APD) dan bahan bakunya berupa kain atau benang serta untuk menunaikan kewajiban ekspor saja.
"Rerata 35 persen karyawan sudah di rumahkan, ada yang sampai 60 persen sudah dirumahkan. Minggu depan tiga anggota APSyFI mau tutup sementara sampai Juni," katanya.
Redma mengemukakan relaksasi yang diminta industri TPT terkait dengan pandemi Covid-19 kembali menemui jalan buntu bahkan hampir salah arah.