Bisnis.com, JAKARTA – Jaring pengaman sosial yang dijanjikan pemerintah pusat dan DKI Jakarta dipertanyakan realitasnya.
Agus Pambagio, Pemerhati Kebijakan Publik dan Perlindungan Konsumen menuturkan semenjak kasus Covid-19 pertama diumumkan, maka sudah 60 hari negeri ini berjibaku mengatasi dampak virus mematikan ini.
Kebijakan pemerintah juga sudah berubah dari pendekatan jaga jarak (Social Distancing) menjadi Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), namun kebijakan ini belum membuat ada kepastian kapan Covid-19 akan terselesaikan.
Saat yang sama, jaring pengaman sosial yang dibutuhkan tidak juga muncul di tengah masyarakat. Padahal banyak aktivitas ekonomi warga terhenti sehingga berpotensi memunculkan kelaparan.
“Sebagai contoh, saat ini berdasarkan data yang kami punyai di tingkat RW ada sekitar 1.500 kepala keluarga (KK) dan warga yang telah terdampak krisis Covid-19. Mereka yang sangat perlu bantuan makan ada 490 KK. Kami masih dijanjikan akan ada Bansos dari Dinas Sosial Pemprov DKI Jakarta hanya untuk 139 KK dengan nilai Rp150.000/KK . Bansos akan berisi beras 5 liter, beberapa teh kotak, terigu, gula, minyak goreng 1 liter, 10 bungkus mie instan dan 1 kelng biskuit wafer. Ini jatah per KK untuk 12 hari dan paket itu rencananya akan dibagikan Senin. 20 April 2020 [mendatang],” ulas Agus, dalam keterangan tertulis, Minggu (19/4/2020).
Sementara kartu sembako senilai Rp200.000 per keluarga selama 9 bulan dari Kementerian Sosial malah lebih jauh dari kenyataan. Program itu sebatas wacana dan belum ada aksi. Untuk itu banyak komunitas, termasuk di RW tempat dia tinggal di Pondok Labu, kata Agus, mengambil alih peran pemerintah agar tidak terjadi gesekan sosial di tengah masyarakat.
Baca Juga
“Jadi kami kekurangan Bansos sembako, sebanyak 351 KK di RW kami, harus diambil alih oleh warga yang mampu. Total biaya cukup besar, sekitar Rp53 juta per 12 hari. Pertanyaannya, sampai kapan warga kami dapat terus membantu, jika Bansos dari Pemerintah tak kunjung hadir. Rakyat terdampak sudah menjerit,” ulas Agus.
Agus mengingatkan, saat ini rakyat dalam posisi lapar. Untuk itu para politisi diharapkan tidak mencampuradukan masalah sosial dengan politik.
“Rakyat lapar, sakit mendekati ajal dan harus segera ditangani oleh Pemerintah, bukan teriakan dari petinggi Partai Politik. Memangnya politik bisa menyelesaikan penderitaan masyarakat, apapun partainya?” Katanya.
Agus mengingatkan, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No.1/2020 telah memberi ruang tambahan alokasi pembiayaan APBN 2020 untuk penanganan Covid-19 sebesar Rp. 405,1 triliun. Total anggaran ini akan dialokasikan Rp75 triliun untuk belanja bidang Kesehatan, Rp110 triliun untuk jaring pengaman sosial termasuk untuk insentif perpajakan dan stimulus kredit usaha rakyat (KUR) dan Rp. 150 triliun untuk pembiayaan program pemulihan ekonomi nasional termasuk restrukturisasi kredit serta penjaminan dan pembiayaan dunia usaha terutama usaha mikro, kecil dan menengah. Untuk itu dia mengharapkan anggaran yang sangat besar ini bisa segera sampai ke tengah masyarakat.