Bisnis.com, JAKARTA - Kendati mencatat surplus per Maret 2020, surplus neraca perdagangan ke depan diperkirakan akan semakin berkurang seiring dengan kondisi pandemi Corona yang menekan ekonomi global.
Tertekannya neraca perdagangan akan memperlebar defisit transaksi berjalan tahun ini.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), neraca perdagangan pada Maret 2020 tercatat surplus U$743,4 juta.
Nilai tersebut lebih tinggi dari surplus perdagangan Maret 2019 yang sebesar US$670,8 juta. Namun, surplus pada Maret 2020 masih lebih rendah dibandingkan dengan Februari 2020 US$2,51 miliar.
Secara akumulasi Januari-Maret 2020, neraca perdagangan mencatat surplus US$2,62 miliar, jauh lebih tinggi dari periode yang sama tahun lalu yaitu defisit US$62,8 juta.
Chief Economist Bank Mandiri Andry Asmoro berpendapat surplus perdagangan ke depannya akan mengalami penurunan, dikarenakan penurunan ekspor akibat ekonomi global yang diperkirakan belum pulih.
Baca Juga
Menurutnya, meskipun impor bahan mentah dan barang modal lebih cenderung turun karena kegiatan ekonomi terhenti di tengah pandemi COVID-19, ke depannya pertumbuhan global yang masih lemah akan menyebabkan permintaan dan harga komoditas utama menurun, sehingga ekspor menyusut.
"Di sisi lain, impor makanan dan peralatan kesehatan, lebih lanjut, diperkirakan akan terus meningkat. Singkatnya, itu bisa menurunkan surplus perdagangan dan menyebabkan posisi CAD yang lebih luas tahun ini," katanya, Rabu (15/4/2020).
Adapun, BPS mencatat kondisi surplus neraca dagang disebabkan oleh posisi ekspor yang lebih besar dari impor pada Maret ini. Nilai ekspor per Maret 2020 mencapai mencapai US$14,09 miliar atau naik 0,23 persen dari bulan sebelumnya.
Berdasarkan komponennya, ekspor migas Indonesia turun 16,29 persen menjadi US$670 juta. Di sisi lain, ekspor nonmigas meningkat 1,24 persen dari bulan sebelumnya menjadi US$13,42 miliar pada Maret 2020.
Sementara itu, nilai impor pada Maret 2020 mencapai US$13,35 miliar, meningkat 15,60 persen dibandingkan bulan sebelumnya.
Peningkatan impor didorong oleh impor nonmigas yang naik 19,83 persen, tapi secara tahunan (yoy), impor menurun tipis sebesar 0,75 persen.