Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah dinilai tak memiliki banyak pilihan dalam mekanisme penyaluran bantuan sosial kepada penerima manfaat. Dalam hal ketepatan penyaluran, terdapat pertimbangan realisasi yang harus dilakukan dalam waktu cepat.
"Ini memang dilema, kita perlu penyaluran cepat. Namun di sisi lain data tidak cukup," Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah kepada Bisnis, Rabu (15/4/2020).
Piter mengemukakan Indonesia dihadapkan pada dua skenario. Pertama, jika pemerintah mengedepankan pembenahan data untuk menjamin bantuan tersebut tepat sasaran, konsekuensi yang harus dihadapi adalah keterlambatan penyaluran.
Kedua, lanjutnya, jika mengedepankan penyaluran sesegera mungkin, potensi bantuan tak tepat sasaran menjadi besar.
"Kita memang tidak punya kemewahan memperoleh keduanya. Oleh karena itu yang diperlukan sekarang adalah kecepatan. Dalam hal ini harus ada kelapangan untuk tidak mempersoalkan masalah tepat ada tidak karena situasinya mendesak," lanjut Piter.
Sementara itu, ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abra El Talattov mengemukakan, untuk menjamin pihak-pihak yang terdampak efek Covid-19 tidak terlalu mengalami tekanan, pemerintah perlu memperlonggar syarat penyaluran. Artinya, masyarakat secara langsung mengajukan diri sebagai penerima manfaat.
Baca Juga
"Self reporting ini bisa memanfaatkan perangkat paling bawah seperti RT dan RW. Tapi dengan mekanisme ini konsekuensinya adalah lonjakan data penerima," kata Abra.
Lebih lanjut, dalam hal jaminan akuntabilitas, Abra mengatakan pemerintah pun perlu melaporkan secara berkala realisasi penyaluran anggaran. Untuk mewujudkan hal tersebut, die menyebutkan perlunya sinkronisasi antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah.
"Publik pun tidak bisa mengabaikan moral hazard yang berpotensi muncul. Dalam hal ini, Komisi Pemberantasan Korupsi dan Badan Pengawas Keuangan perlu terus mengawal realisasi anggaran karena jumlahnya amat besar," imbuhnya.