Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) diminta untuk membuat energy safety net sebagai jaring pengaman sosial masyarakat yang rentan di tengah virus corona (Covid-19).
Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa mengatakan langkah pemerintah memberikan bantuan dalam bentuk penggratisan listrik untuk pelangggan PLN berdaya 450 VA dan 900 VA sudah tepat untuk mengatasi penurunan daya beli dan pendapatan rumah tangga miskin serta memastikan akses energi kelompok masyarakat ini terjaga.
Namun demikian, menurutnya, ada potensi bantuan yang tak tepat sasaran. Hal ini disebabkan tidak semua pelanggan PLN yang mendapatkan bantuan semuanya terkena dampak ekonomi dari Virus Corona (Covid-19).
Selain itu, bantuan subsidi listrik yang sudah diberikan sangat mungkin belum mencakup kelompok masyarakat rentan yang terkena dampak langsung dari pandemi virus corona. Masyarakat rentan miskin seharusnya juga mendapat keringanan tarif listrik.
"Ini yang sebagai kelompok masyarakat rentan (vulnerable group) yaitu masyarakat yang bekerja di sektor informal yang penghasilannya berkurang drastis tetapi bukan pelanggan 450 VA dan 900 VA," ujarnya dalam Video Conference, Selasa (14/4/2020).
Kelompok masyarakat tersebut harus tetap memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Apalagi dengan adanya pandemi, kebutuhan konsumsi listrik meningkat.
Namun, golongan masyarakat tersebut tidak mendapatkan diskon tarif listrik. Menurutnya, kelompok masyarakat rentan mungkin tidak masuk dalam kategori orang miskin dalam data base pemerintah. Ini juga termasuk kelompok pelanggan bisnis kecill/mikro (UMKM) yang terdampak karena melambatkan aktivitas ekonomi.
Oleh karena itu, dia mengusulkan solusinya dalam jangka pendek adalah pemerintah perlu cepat mengindentifikasi kelompok masyarakat rentan ini dan menyiapkan instrumen pendukung lain selain subsidi listrik yang bisa dipakai untuk memenuhi kebutuhan listrik atau energi pada saat krisis seperti ini.
"Dalam jangka panjang, kami usulkan agar energy safety net ini bisa masuk dalam skema intervensi pemerintah, untuk mengantisipasi jika ada krisis lain yang muncul," katanya.
Untuk itu, kualitas akses energi perlu masuk dalam penentuan tingkat kemiskinan dan juga perlu dibuat data set berkaitan ini oleh BPS pada saat melakukan survey sehingga data base dapat dibuat.
Hal itu dikarenakan pada saat ini belum punya standar energy safety net sebagai acuan pemerintah untuk melakukan intervensi sehingga bisa dipahami kalau instrumen pemerintah terbatas pada pemberian tambahan subsidi listrik atau penggratisan listrik pada kelompok pelanggan tertentu.
Adapun standar itu meliputi definisi, point of intervention, target group misalnya rumah tangga miskin dan kelompok rentan dan terdampak karena bencana tertentu meski tidak dikategorikan sebagai orang atau rumah tangga miskin, bentuk intervensi, mekanisme penyaluran dan cara menilai efektivitas.
Dia mencontohkan ada dampak ekonomi yang mengakibatkan semua masyarakat menghadapi dampak misalnya penurunan penghasilan dan terbatas kemampuan finansialnya untuk membayar jasa energi listrik.
"Kalau yang dibantu adalah rumah tangga hanya yang masuk dalam daftar rumah tangga miskin, artinya masyarakat yang tidak masuk tetapi menjadi rentan akses energinya tak mendapatkan bantuan. Padahal mereka juga butuh. Kalau ada energy safety net, pemerintah bisa punya instrumen yang bisa dipakai untuk melakukan intervensi," terang Fabby.