Bisnis.com, JAKARTA – Kondisi pandemi corona COVID-19 yang diikuti dengan penerapan social distancing memunculkan perilaku konsumen baru, tetapi di satu sisi ternyata membuka peluang bagi bisnis perbankan, finansial, dan jasa keuangan untuk memacu pemasaran.
Hal itu terungkap dalam analisa Social Distancing dan Dampaknya Terhadap Perilaku Konsumen yang dilakukan oleh perusahaan yang bergerak di bidang data dan artificial intelligence (AI), ADA.
Perusahaan itu, yang mengintegrasikan data, insight, media & konten untuk pemilik merek, melakukan analisa data terhadap perubahan konsumen di beberapa negara Asia Tenggara termasuk Indonesia.
Salah satu hasil analisa ialah situasi pandemi rupanya memunculkan perilaku konsumen baru, yang berbeda-beda di setiap negara Asia Tenggara.
Kirill Mankovski, Managing Director ADA Indonesia, menilai sekarang merupakan saat yang tepat bagi bisnis perbankan, finansial, dan servis keuangan untuk melakukan pemasaran.
Para pemain di industri tersebut, tuturnya, dapat memanfaatkan ruang digital untuk melakukan promosi kepada pengguna loyal, bahkan menjangkau pengguna baru.
“Pada saat seperti ini, mayoritas masyarakat cenderung memilih transaksi cashless demi menjaga kesehatan,” tuturnya sebagaimana keterangan tertulis yang diterima Bisnis.com pada Selasa (14/4/2020).
Dia mengatakan pandemi COVID-19 memang menyebabkan kepanikan di pasar keuangan. Banyak industri yang merasakan dampak dari situasi ini, misalnya travel, hospitality, makanan dan minuman, otomotif, serta hiburan.
Dalam situasi seperti ini, banyak perusahaan dan brand menahan aktivitas pemasarannya untuk sementara waktu. Beberapa bahkan menahan aktivitas tersebut hingga situasi mulai normal dan terkendali. Hal ini menyebabkan berkurangnya aktivitas pemasaran secara umum.
“Sebetulnya, brand dapat memanfaatkan situasi ini untuk membentuk kebiasaan baru, serta mengubah channel komunikasi dan penjualannya ke ruang digital. Kebiasaan baru yang terbentuk ini akan tetap bertahan meskipun situasi kembali normal,” ujarnya.
Merujuk pada crisis persona milik ADA, minat berbelanja masyarakat Indonesia tidak hilang. Terutama untuk belanja online, minat tersebut justru tumbuh pesat selama situasi krisis ini berlangsung. Dengan ditutupnya mayoritas pusat perbelanjaan, belanja online menjadi pilihan utama dalam memenuhi kebutuhan, mulai dari harian hingga hobi.
Melihat minat belanja yang tidak reda, hal ini membuka peluang bagi bisnis perbankan, finansial, dan servis keuangan lainnya. Apalagi, beberapa platform jual beli online menganjurkan pembeli dan penjual untuk melakukan transaksi secara cashless dengan memanfaat servis pembayaran seperti kartu kredit, transfer, atau e-wallet.
Jadi, lanjutnya, ini merupakan saat yang tepat bagi bisnis perbankan, finansial, dan servis keuangan untuk menggenjot pemasaran.
Aktivitas Turun 53 Persen
Selanjutnya Mankovski mengutarakan dorongan untuk melakukan social distancing membuat aktivitas warga Jakarta berkurang. Dibandingkan dengan akhir Februari 2020, jumlah orang yang beraktivitas di area central business district Jakarta berkurang 53 persen hingga pekan ketiga Maret.
Mankovski mengemukakan bukan hanya aktivitas di area bisnis yang berkurang. Jumlah individu yang melakukan perjalanan ke luar kota seperti Bandung, Yogyakarta, dan Bali pun berkurang hingga pekan ketiga Maret.
Kunjungan ke Bali misalnya, berkurang 33 persen dibandingkan dengan Februari. Sementara itu, kunjungan ke Bandung dan Yogyakarta susut 35 persen.
Hasil pantauan ADA Indonesia, kunjungan ke pusat perbelanjaan juga berkurang. ADA mencatat penurunan kunjungan ke sejumlah mal besar di Jakarta sejak 15 Maret. Rata-rata penurunan kunjungan di beberapa mal tersebut lebih dari 50 persen dibandingkan dengan awal tahun 2020.
“COVID-19 mengubah kehidupan kita. Dalam situasi ini, kita lebih memilih untuk berdiam di rumah dibandingkan dengan bepergian. Social distancing juga membuat kita banyak menghabiskan waktu di ruang digital baik untuk bekerja, berkomunikasi, belanja, atau sekadar mencari hiburan,” ujar Mankovski.
“Social distancing juga membuat kita banyak menghabiskan waktu di ruang digital. Baik untuk bekerja, berkomunikasi, berbelanja, atau sekadar mencari hiburan,” tutur Mankovski.
Di Indonesia, situasi pandemi dan social distancing memunculkan beberapa perilaku baru, misalnya, the adaptive shopper dan working-from-home professional.
Perubahan ini terlihat dari penggunaan aplikasi belanja dan produktivitas sepanjang Maret. Data ADA menunjukkan bahwa kedua jenis aplikasi ini paling banyak digunakan masyarakat terutama di menengah dan atas.
Terkait dengn the adaptive shopper, sejak social distancing diumumkan, penggunaan aplikasi belanja mengalami kenaikan hingga 300 persen.
Aplikasi yang banyak digunakan adalah aplikasi belanja yang menjual berbagai macam kebutuhan sehari-hari serta aplikasi khusus jual beli barang bekas. Penggunaan aplikasi jenis ini mengalami puncaknya pada 21 - 22 Maret, hingga lebih dari 400 persen.
“Masyarakat Indonesia, terutama kelas menengah dan atas, telah beradaptasi dengan dunia baru ini. Mereka beralih ke cara-cara baru untuk dapat memenuhi kebutuhan dan keinginannya,” ujar Mankovski.
Sementara itu, bagi sebagian besar pekerja di Indonesia, working-from-home sama seperti bekerja pada situasi normal. Mereka tetap melakukan pekerjaan, kolaborasi, komunikasi, dan meeting seperti biasa. Namun, semua pekerjaan dilakukan di rumah dengan bantuan aplikasi produktivitas.
Data ADA mencatat terjadi peningkatan penggunaan aplikasi produktivitas selama Maret, terutama setelah imbauan social distancing diumumkan. Penggunaan aplikasi produktivitas naik hingga lebih dari 400 persen pada pertengahan Maret. Aplikasi yang paling banyak digunakan adalah screen recorder dan anti-virus.
“Setiap orang bereaksi dengan cara yang berbeda-beda terhadap situasi krisis, seperti pandemi. Ini yang menyebabkan perbedaan crisis persona di Indonesia dengan negara Asia Tenggara lainnya. Kami melihat masyarakat Indonesia cepat beradaptasi untuk memenuhi kebutuhannya dan berusaha tetap produktif.”
Di sisi lain, Mankovski menegaskan bahwa komunikasi pemasaran harus tetap dilakukan untuk menjaga posisi sebuah brand di benak konsumen. Dengan tetap menjaga posisi tersebut, akan lebih mudah bagi brand atau perusahaan untuk melakukan pemulihan bisnis pada saat situasi kembali normal.
“Sebagai perusahaan yang didesain untuk menghasilkan solusi pemasaran digital, ADA membantu brand mengenali perilaku konsumennya. Kami memberikan insights, analisis, dan solusi yang dapat dikembangkan menjadi rencana pemasaran digital. Melalui laporan perilaku konsumen ini, ADA berharap brand tetap dapat melakukan komunikasi pemasaran di tengah situasi krisis,” paparnya.
ADA merupakan perusahaan yang bergerak di bidang AI (kecerdasan buatan) dan pengolahan data yang merancang dan menjalankan analisis secara digital terintegrasi serta solusi pemasaran.
Beroperasi di sembilan pasar di Asia Selatan dan Asia Tenggara, ADA bermitra dengan sejumlah merek terkemuka untuk mendorong kematangan digital dan data mereka, serta mencapai tujuan bisnis.