Bisnis.com, JAKARTA – Tingkat gagal bayar (default) global diprediksi akan meningkat seiring dengan ekspektasi terjadinya resesi di banyak negara besar.
Dalam laporan terbarunya, Moody's Investors Service memprediksi tingkat gagal bayar global akan meningkat menjadi 10,6 persen pada akhir 2020 dan kemudian sedikit naik menjadi 11,3 persen pada akhir Maret 2021, dari level 3,5 persen pada Maret 2020.
Menurut lembaga pemeringkat utang internasional tersebut, prediksi itu didorong oleh perkiraan terjadinya resesi di banyak negara di tengah gejolak dalam pasar finansial yang disebabkan oleh tiga guncangan pada bulan Maret.
“Pertama, virus corona muncul sebagai pandemi, menyebar dengan lebih luas dan cepat dari yang diperkirakan sebelumnya, merupakan ancaman besar terhadap global ekonomi,” tulis Moody's.
“Kedua, harga minyak anjlok hingga ke kisaran level US$20 dan menandai level terendahnya dalam dua dekade terakhir. Ketiga, kondisi keuangan yang sangat ketat karena harga-harga aset turun tajam baik pada pasar ekuitas maupun fixed income market,” lanjutnya.
Lebih lanjut Moodys menuturkan bahwa proyeksi default dasar mengasumsikan penurunan tajam dalam ekonomi global selama paruh pertama tahun ini, diikuti oleh pemulihan pada akhir tahun dan hingga 2021.
Baca Juga
“Kami memperkirakan spread imbal hasil tinggi Amerika Serikat akan meningkat dan tetap meningkat di level-level yang menandakan resesi pada dua kuartal berikutnya, yakni 1.261 bps pada kuartal II/2020 dan 986 bps pada kuartal III/2020, sebelum turun menjadi 735 bps pada kuartal IV/2020 dan kembali menjadi 588 bps pada kuartal I/2021,” terang Moody's.
Selain itu, tingkat pengangguran di AS diperkirakan akan melonjak menjadi 8,7 persen pada kuartal II/2020 dari 3,8 persen pada kuartal I/2020, sebelum berkurang menjadi 6 persen-7 persen pada tiga kuartal berikutnya.
Asumsi-asumsi ini mencerminkan penghentian yang sangat mendadak dan meluas dalam kegiatan ekonomi, yang belum pernah terlihat dalam krisis-krisis sebelumnya.
Kondisi tersebut telah menyebabkan peningkatan tingkat pengangguran yang lebih cepat dari biasanya serta telah menciptakan guncangan kredit yang parah dan ekstensif di banyak sektor dan wilayah.
Jelas terlihat bahwa pandemi virus corona akan menyebabkan kemunduran besar dalam konsumsi dan gangguan dalam bisnis yang akan merugikan laba, mendorong lebih banyak pemutusan kerja (PHK), membebani sentimen, dan menyebabkan kenaikan tajam dalam default.
“Perkiraan dasar kami mengasumsikan bahwa kuartal kedua tahun ini akan menjadi [periode] yang terlemah dalam hal aktivitas ekonomi, dan pandemi itu akan terkendali pada paruh kedua,” tambahnya.
Di sisi lain, pelonggaran pembatasan social distancing dan stimulus besar yang diberikan bank-bank sentral dan pemerintah negara-negara di dunia dikatakan akan mengurangi beberapa guncangan ekonomi pada paruh pertama dan mendukung pemulihan begitu virus itu dapat dibendung.