Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Petani Butuh Stimulus Jaga Kelangsungan Produksi Selama Pandemi Corona

Sebagai salah satu sektor yang diharuskan tetap melanjutkan kegiatan selama pandemi Covid-19, hasil pertanian disebut berpotensi terganggu karena berkurangnya pekerja dan gangguan serapan.
Petani memanen padi disawah garapannya di Bogor, Jawa Barat, Sabtu (11/4/2020). Bisnis/Abdurachman
Petani memanen padi disawah garapannya di Bogor, Jawa Barat, Sabtu (11/4/2020). Bisnis/Abdurachman

Bisnis.com, JAKARTA – Kalangan petani berharap pemerintah dapat memberikan stimulus dan dukungan lebih besar untuk sektor pertanian di tengah berbagai risiko dalam kegiatan produksi dalam negeri.

Sebagai salah satu sektor yang diharuskan tetap melanjutkan kegiatan selama pandemi Covid-19, hasil pertanian disebut berpotensi terganggu karena berkurangnya pekerja dan gangguan serapan.

"Tentu kami memerlukan stimulus. Bagaimana pun petani menjadi salah satu yang berada di garda terdepan untuk menjamin produksi pangan," ujar Ketua Umum Asosiasi Petani Jagung Indonesia (APJI) APJI Sholahudin kepada Bisnis, Senin (13/4/2020).

Sholahudin mengemukakan dukungan tersebut dapat berupa bantuan benih dan pupuk. Selain itu, petani pun disebutnya memerlukan jaminan serapan pasar dan kepastian produk yang dijual sesuai dengan biaya yang dikeluarkan.

Selama wabah Covid-19 berkembang di banyak sentra produksi, Sholahudin mengemukakan kerap terjadi gangguan dalam logistik menyusul aksi karantina lokal.

"Terkadang kendaraan pengangkut produksi ini dicek dengan ketat," tuturnya.

Pada musim panen perdana tahun ini, dia mengemukakan bahwa harga jagung kualitas pipil kering di tingkat petani berada di kisaran Rp3.600–3.700 per kilogram (kg).

Sholahudin menyebutkan harga tersebut cenderung normal kendati serapan dari sektor peternakan cukup terkendala sebagai efek dari harga unggas yang anjlok.

"Produksi musim panen perdana tahun ini cukup baik, meski tetap ada penurunan karena efek hama tikus dan ulat grayak. Tapi tidak sesignifikan perkiraan awal saya," tutur Sholahudin.

Menyongsong musim tanam kedua, Shohaludin mengemukakan bahwa hal ini amat tergantung dengan curah hujan pada Mei dan Juni mendatang. Pasalnya, 60 persen area penanaman jagung merupakan lahan tadah hujan sehingga amat tergantung dengan curah hujan.

"Kalau Mei Juni sudah tidak ada hujan kemungkinan ada penurunan produksi di sejumlah wilayah. Sebagian besar lahan kami tadah hujan, jadi meskipun ada embung, tidak mampu menyuplai kebutuhan air," lanjutnya.

Menyitir data Kementerian Pertanian, produksi jagung selama periode Maret sampai Mei diperkirakan bakal mencapai 9,62 juta ton dengan total kebutuhan sebesar 5,95 juta ton. Dengan stok akhir Februari sebanyak 661.060 ton, surplus pada awal Juni diproyeksi berjumlah 4,32 juta ton.

Isu produksi dan ketersediaan pangan kembali menjadi perhatian Presiden Joko Widodo. Dalam pembukaan rapat terbatas pada Senin (13/4/2020) pagi, Jokowi menyampaikan perlunya antisipasi dampak kekeringan pada produksi masa tanam kedua pada Agustus dan September mendatang.

Mengutip laporan Badan Pangan Dunia (FAO), terdapat potensi krisis pangan global akibat perdagangan yang terganggu wabah COVID-19. Oleh karena itu, diperlukan langkah mitigasi untuk menjamin produksi lokal dapat menjadi tumpuan.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper