Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

CORE: Ini Empat Risiko yang Muncul Akibat Pelebaran Defisit

Defisit anggaran 2020 diproyeksikan mencapai Rp852 triliun atau 5,07% dari PDB dengan pembiayaan utang mencapai Rp1.000 triliun.
Direktur Eksekutif CORE Indonesia Mohammad Faisal memberikan paparan dalam CORE Economic Outlook 2019 bertajuk Memperkuat Ekonomi di tengah Tekanan Global, di Jakarta, Rabu (21/11/2018)./JIBI-Felix Jody Kinarwan
Direktur Eksekutif CORE Indonesia Mohammad Faisal memberikan paparan dalam CORE Economic Outlook 2019 bertajuk Memperkuat Ekonomi di tengah Tekanan Global, di Jakarta, Rabu (21/11/2018)./JIBI-Felix Jody Kinarwan

Bisnis.com, JAKARTA - Center of Reform on Economics (CORE) menjabarkan ada empat risiko yang muncul yang perlu diperhatikan oleh pemerintah akibat pelebaran defisit anggaran.

Seperti diketahui, defisit anggaran 2020 diproyeksikan mencapai Rp852 triliun atau 5,07% dari PDB dengan pembiayaan utang mencapai Rp1.000 triliun.

Pertama, terdapat risiko dominasi kepemilikan asing atas surat berharga negara (SBN). Saat ini, Indonesia masih mengalami ketergantungan terhadap asing dalam penerbitan SBN.

Tercatat, 35 persen - 40 persen SBN yang diterbitkan oleh pemerintah dimiliki oleh investor asing, relatif lebih tinggi diandingkan negara-negara lain.  "Kondisi ini menjadikan struktur pembiayaan anggaran akan sangat rentan terhadap pelarian modal secara tiba-tiba atau sudden capital outflow," tulis CORE dalam keterangan resminya, Kamis (9/4/2020).

Kedua, terdapat risiko pelemahan nilai tukar dimana sudden capital outflow oleh asing akan menekan nilai tukar rupiah.

Terbukti, sepanjang Januari hingga Maret 2020 nilai tukar rupiah melemah hingga 17,4% dan hal ini tidak lain disebabkan oleh outflow tersebut.

Ketiga, terdapat risiko crowding out dimana pelebaran defisit akan menyerap banyak likuiditas dari perbankan. Hal ini menyebabkan swasta kesulitan mencari sumber pembiayaan.

Adapun bila swasta menerbitkan obligasinya sendiri, mereka harus menawarkan kupon yang lebih tinggi untuk bersaing dengan SBN.

Terakhir, terdapat risiko kenaikan utang luar negeri (ULN) swasta akibat sulitnya swasta mencari pembiayaan dari dalam negeri. "Opsi utang luar negeri menjadi pilihan yang lebih menarik, terutama ketika suku bunga di luar negeri cenderung menurun," tulis CORE.

Peningkatan ULN swasta perlu diperhatikan secara serius karena 89% ULN swasta berdenominasi dollar AS dan rentan terhadap nilai tukar.

Risiko ini semakin meningkat bagi swasta yang usahanya terlalu bergantung pada komoditas. Pelemahan harga komoditas bakal berdampak terhadap arus kas perusahaan dan berpotensi meningkatkan risiko gagal bayar.

Faktanya, pertumbuhan ULN swasta sektor komoditas tercatat lebih tinggi dibandingkan sektor lain seperti manufaktur ataupun sektor keuangan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Muhamad Wildan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper