Bisnis.com, JAKARTA – Pertamina menyampaikan sejumlah kemajuan pembangunan kilang nasional agar sesuai target yang ditetapkan.
Empat megaproyek Refinery Development Master Plan (RDMP) dan dua Grass Root Refineries (GRR) perlu dipercepat pengerjaannya agar mengejar ketahanan dan kemandirian energi nasional yang ditandai dengan setop impor BBM pada 2026.
Vice President Corporate Communication Pertamina Fajriyah Usman menyatakan, megaproyek RDMP dan GRR menunjukkan perkembangan yang cukup signifikan dengan tahapan pembangunan masing-masing.
Misalnya saja, Kilang Balikpapan kemajuannya hingga akhir Maret mencapai 15,02 persen. Diharapkan hingga akhir tahun, mencapai 40 persen.
Di sisi lain, untuk Kilang Balongan dan Cilacap masing-masing kita targetkan mencapai 10 persen pada tahun ini, dan akan terus dikebut sesuai target tahapan pembangunannya.
“Dalam rangka percepatan, Pertamina paralel telah melakukan sejumlah pekerjaan seperti pembangunan dermaga (jetty), site development, pembangunan workshop & warehouse, pembangunan kantor gedung laboratorium & HSSE serta sarana pendukung lainnya,” ungkap Fajriyah.
Pertamina juga telah menyelesaikan pengadaan peralatan utama yang membutuhkan waktu lama untuk memastikan proyek ini berjalan sesuai target. Saat ini peralatan utama tersebut sedang dalam proses pembuatan atau manufacturing.
Selain perkembangan pengerjaan proyek, Pertamina mengaku masih terus melakukan negosiasi dengan mitra bisnis dan investor juga terus berjalan dengan baik.
Sejumlah MoU dan kesepakatan bisnis telah ditandatangani antara Pertamina dengan berbagai pihak, seperti ADNOC, Mubadala, Rosneft, K-Sure dan lain sebagainya. Termasuk negosiasi dengan Saudi Aramco juga masih terus berlanjut yang ditargetkan bisa selesai pada akhir April 2020.
Negosiasi dengan Aramco, bisa dikatakan yang paling alot bagaikan sajian sinetron berseri. Februari lalu, Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati mengatakan bahwa hingga saat ini belum ada investor lain yang bakal digandeng dalam pembangunan Refinery Development Master Plan Cilacap.
“Tidak [ada investor lain], kami masih sama Aramco, jangan dulu cari ganti dong,” katanya di Kompleks DPR, Selasa (28/2/2020).
Nicke menjelaskan bahwa pihaknya masih akan menunggu penawaran dari Aramco hingga akhir kuartal I/2020 atau Maret 2020.
“Iya jadi kami menunggu offering dari mereka seperti apa untuk skema baru ini, kami belum terima,” ungkapnya.
Dalam perkembangan negosiasi, skema kerja sama terpaksa berubah, mengingat hampir 3 tahun perjanjian pembentukan perusahaan patungan antara Pertamina dan Aramco dalam proyek Refinery Development Master Plan (RDMP) Kilang Cilacap tak kunjung menemui kata sepakat dalam hal valuasi aset.
Nicke mengatakan opsi kerja sama Pertamina –Aramco dipastikan mirip pengembangan Kilang Balikpapan.
Sementar aitu, perkembangan juga datang dari proyek RDMP Balongan yang terbagi menjadi 3 Fase. Pembangunan RDMP Balongan Fase 1, saat ini masih pada tahap Dual FEED Competition (DFC) dengan dua konsorsium yakni Konsorsium RRE (PT Rekayasa Industri, PT Rekayasa Engineering dan PT Enviromate Technology International) dan konsorsium JSW di antaranya JGC Indonesia, PT Synergy Engineering, dan PT Wijaya Karya. proses ini ditargetkan selesai pada Mei 2020.
Untuk Fase 2, saat ini sedang dilakukan studi kelayakan serta memulai Revamp Studi Unit ARDHM. Adapun untuk RDMP Balongan Fase 3 (New Refinery and Petchem Complex Jabar), studi kelayakan akan dilakukan bersama partner dan sedang dalam penetapan lokasi serta pengadaan lahan.
Progres RDMP Balongan Fase 3, saat ini sedang proses pengadaan lahan serta partnership dimana Pertamina dan ADNOC telah menandatangani Nota Kesepahaman (MoU) untuk pengembangan Kompleks Kilang Terintegrasi Petrokimia di Balongan, Jawa Barat.
RDMP Plaju saat ini telah memasuki pengadaan Licensor BED, dan memulai Pekerjaan BED. Selain itu, RDMP Dumai dalam tahap dilakukan tender revisit Bankable Feasibility Study (BFS).
Untuk, GRR Tuban sudah selesai dengan proses pengadaan lahan dan sedang dalam proses pembayaran. Pertamina dan Rosneft bahkan telah menandatangani kontrak desain Kilang Tuban dengan kontraktor terpilih pada 28 Oktober 2019.
Saat ini telah dimulai pelaksanaan Basic Engineering Design (BED) dan Front End Engineering Design (FEED). Progres Land Clearing telah mencapai 90,08 persen serta progress restorasi mencapai 46,40 persen. Adapun progress General Engineering Design (GED) telah mencapai 6,22 persen.
“Dengan dukungan semua pihak, pembangunan kilang diharapkan berjalan lancar dan selesai sesuai waktu yang ditargetkan, sehingga kita bisa berdaulat secara energi,” ungkap Fajriyah.
Sayangnya dalam keterangan resmi perusahaan yang disiarkan Rabu (7/4/2020), Pertamina tidak menyebutkan kelanjutan proyek Kilang Bontang.
Perkembangan terakhir, Direktur Perencanaan Investasi dan Manajemen Resiko Pertamina Heru Setiawan menjelaskan bahwa rencana pemindahan proyek tersebut salah satunya adalah karena pertimbangan pergantian mitra pembangungan kilang baru itu.
Adapun pada saat ini, mitra yang telah meneken kerja sama dalam proyek pengembangan GRR Bontang adalah perusahaan migas asal Oman, yakni Overseas Oil and Gas (OOG) Llc.
Rencananya, Pertamina akan memindahkan proyek pembangunan GRR tersebut dari Bontang ke Kuala Tanjung, Sumatra Utara atau Arun, Daerah Istimewa Aceh dengan menggandeng calon mitra baru.
“Iya kami mengusulkan untuk di-cancel, diterminasi tapi ini kan harus ada perjanjian kedua belah pihak,” katanya di Jakarta, Senin (2/3/2020).