Bisnis.com, JAKARTA - Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo menilai Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) yang dikeluarkan pemerintah adalah sinyal bahwa pemerintah memahami persoalan dan memiliki langkah antisipasi yang terukur.
"Pandemi Covid-19 ternyata membangun daya imajinasi dan melahirkan kreativitas baru tentang tata kelola pemerintahan," ujar Yustinus, Rabu (1/4/2020).
Dia menilai hal itu menjadi hikmah di balik wabah. Menurutnya, apa yang dahulu dianggap efektif sekarang tidak lagi memadai dan nampak usang.
Memang, jelas dia, eksekusi dari Perppu ini memerlukan aturan turunan yang lebih detail dan diimplementasikan secara efektif di lapangan.
Beberapa langkah penting yang dikeluarkan antara lain pelebaran defisit, penyesuaian belanja wajib, pergeseran pengeluaran, penggunaan saldo anggaran lebih (SAL), dilakukannya refocussing dan realokasi anggaran, hingga penyederhanaan mekanisme.
Khusus perpajakan, klausul Omnibus Law Perpajakan yakni penurunan PPh Badan menjadi 22 perpajakan yang berlaku tahun ini sudah cukup responsif.
Baca Juga
Adapun pemajakan atas perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE) juga dapat berfungsi untuk memperluas basis pajak di tengah pandemi, meski memang perlu disusun mekanisme yang efektif serta keselarasannya dengan konsensus global yang akan segera tuntas tahun ini.
Dia menilai hal penting lain perlu didukung adalah perluasan stimulus pajak kepada sektor-sektor lain di luar sektor manufaktur yang sudah banyak didorong sejak awal.
"Relaksasi berupa PPh 21 ditanggung pemerintah, pembebasan/penundaan pemungutan bea masuk dan PPh 22 impor, dan percepatan restitusi PPN akan sangat membantu cashflow perusahaan dan individu," ujar Yustinus.