Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Keuangan resmi menerbitkan aturan mengenai kawasan industri hasil tembakau dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 21/2020 yang telah diundangkan pada 17 Maret lalu.
Dalam PMK disebutkan bahwa selain untuk mendukung industri kecil dan menengah pada sektor hasil tembakau, beleid baru ini dibuat untuk mendukung pelaksanaan Pasal 66A Ayat 1 dari UU Cukai.
Dalam UU Cukai, disebutkan bahwa penerimaan cukai hasil tembakau (CHT) yang dibuat di Indonesia dibagikan kepada provinsi sebesar 2% untuk mendanai peningkatan kualitas bahan baku, pembinaan industri, lingkungan sosial, sosialisasi ketentuan cukai, dan pemberantasan barang kena cukai (BKC) ilegal.
Kawasan industri hasil tembakau nantinya diperuntukkan oleh pengusaha pabrik dengan skala kecil dan menengah yang definisi skalanya diatur oleh Kementerian Perindustrian.
Adapun yang dimaksud pengusaha pabrik adalah orang yang mengusahakan pabrik pada tempat tertentu yang dipergunakan untuk menghasilkan BKC atau mengemas BKS berupa hasil tembakau dalam kemasan untuk penjualan eceran.
Pengusaha pabrik di dalam kawasan industri hasil tembakau mendapatkan kemudahan berupa perizinan dan kegiatan berusaha serta penundaan pembayaran cukai.
Baca Juga
Dari sisi kemudahan perizinan, pengusaha pabrik mendapatkan pengecualian dari ketentuan memiliki luas lokasi paling sedikit 200 meter persegi.
Dari sisi kegiatan berusaha, ada fasilitas berupa kerja sama untuk meghasilkan BKC hasil tembakau dalam bentuk batangan. Kerja saa dilaukan oleh pengusaha pabrik dalam satu kawasan yang sama dan dilakukan berdasarkan perjanjian kerja sama.
Pengusaha pabrik di kawasan industri hasil tembakau dilarang melakukan kerja sama pengemasan BKC hasil tembakau untuk penjualan eceran dan pelekatan pita cukai dan tidak boleh bekerja sama dengan pengusaha pabrik di luar kawasan.
Terkait penundaan pembayaran cukai, fasilitas ini diberikan dengan ketentuan menggunakan jaminan bank dan jangka waktu penundaannya mencapai 90 hari terhitung sejak tanggal pemesanan pita cukai.
Penyelenggaran kawasan industri hasil tembakau hanya boleh diselenggarakan oleh pengusaha kawasan yang berkedudukan di Indonesia. Pengusaha kawasan dapat merangkap sebagai pengusaha pabrik ataupun pengusaha penunjang industri hasil tembakau.