Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat menyatakan penyerapan anggaran Kementerian PUPR hingga 27 Maret 2020 sebesar 7,42 persen atau senilai Rp9,13 triliun dari total anggaran tahun 2020 sebesar Rp123,17 triliun.
Untuk progres pembangunan fisik sebesar 6,97 persen. Penyerapan tersebut secara persentase sedikit lebih rendah dari bulan yang sama tahun 2019 yaitu sebesar 7,56 persen dengan dana APBN-P Kementerian PUPR 2019 sebesar Rp121,9 triliun.
Kepala Biro Komunikasi Publik Endra S. Atmadwidjaja mengatakan penyerapan anggaran Kementerian PUPR dengan nilai Rp9,13 triliun ini merupakan realisasi belanja hingga 27 Maret 2020. Ke depannya, dengan adanya Covid-19, penyerapan anggaran juga kemungkinan akan terdampak.
"Artinya sekarang [dengan adanya Covid-19] nanti progresnya akan sedikit lebih lambat dibanding 2019 atau tahun sebelumnya, itu hanya mereport saja bahwa sampai Maret, realisasi belanja kami itu Rp9 triliun," katanya kepada Bisnis, Jumat (27/3/2020).
Terkait dampak untuk penyerapan anggaran secara keseluruhan, Endra mengatakan masih terdapat waktu yang cukup lama untuk tahun 2020. Di sisi lain, masa epidemi Covid-19 ini juga belum bisa dipastikan berlangsung hingga kapan.
"Masih lama ya, tahun 2020 ini kan masih panjang. Covid-19 juga belum tahu akan mereda kapan. Nanti akan kami lihat lagi ketika proyek sudah berjalan seperti apa, yang terpenting keselamatan pekerja konstruksi yang harus diutamakan," jelasnya.
Baca Juga
Sebelumnya, dalam keterangan tertulis, Menteri PUPR Basuki Hadimuljono mengatakan belanja infrastruktur di Kementerian PUPR harus berkualitas dan mendukung pertumbuhan ekonomi nasional, khususnya melalui investasi.
Dia mengatakan infrastruktur yang dibangun harus memberikan dampak ekonomi, yakni pemerataan hasil-hasil pembangunan, pertumbuhan kawasan, dan membuka lapangan pekerjaan di sektor konstruksi dan turunannya.
Lebih lanjut, belanja infrastruktur yang dilakukan Kementerian PUPR turut menggerakan sektor rill di berbagai daerah sehingga diharapkan dapat mempertahankan daya beli masyarakat di tengah ketidakpastian kondisi ekonomi global akibat virus corona.
”Untuk itu, realisasi belanja infrastruktur PUPR juga harus dirasakan langsung manfaatnya, terutama meningkatkan daya beli masyarakat kecil yang merata hingga pelosok desa di seluruh Indonesia,” kata Basuki.
Adapun progres penyerapan anggaran yang diklaim relatif stabil tersebut dinilai tidak terlepas dari sistem lelang dini yang dilakukan Kementerian PUPR.
Sebagai informasi, proses lelang untuk proyek tahun 2020, sudah dilakukan sejak bulan November tahun 2019. Hingga 27 Maret 2020 tercatat data paket dalam Sistem Rencana Umum Pengadaan (SIRUP) sebanyak 7.370 paket senilai Rp95,5 triliun.
Dari total paket tersebut, progres paket yang terkontrak sebanyak 2.926 paket dengan persentase 51,28 persen dengan nilai Rp48,9 triliun terdiri dari paket Multiyears contract (MYC), MYC baru dan Single Years Contract (SYC).
Sebanyak 1.935 paket senilai Rp16,3 triliun (17,08 persen) masih dalam proses lelang dan sisanya 2.509 paket senilai Rp30,2 triliun (31,65 persen) yang masih belum proses lelang.
Adapun belanja anggaran tersebut digunakan untuk pembangunan infrastruktur di berbagai wilayah di Indonesia diantaranya meningkatkan konektivitas antar wilayah, membangun dari pinggiran, ketahanan pangan dan air, meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia melalui peningkatan kualitas perumahan dan permukiman.
Basuki menambahkan bahwa dalam membelanjakan uang negara, Presiden Jokowi memberikan arahan agar program yang direncanakan fokus pada outcome, memprioritaskan pada kegiatan utama, bukan kegiatan pendukung seperti mengurangi anggaran rapat, perjalanan dinas.
Selain itu juga menekankan pentingnya konsolidasi dan sinergi antara pemerintah pusat, daerah dan sektoral. Menurutnya, seluruh program harus dipastikan berjalan dengan baik dan maksimal, serta melakukan pemantauan secara berkala dan menghentikan praktik korupsi, pemborosan, mark- up dan memastikan setiap proyek bermanfaat untuk kepentingan rakyat.
“Program tidak hanya output namun sampai benefit dan outcome. Seperti program pembangunan bendungan harus diikuti oleh pembangunan jaringan irigasi sehingga bisa mendukung pertanian di desa sebagai basis pertumbuhan ekonomi,” kata Basuki.