Bisnis.com, JAKARTA - Pelemahan nilai tukar rupiah beberapa waktu terakhir diyakini lebih dipengaruhi oleh sentimen negatif virus corona (COVID - 19), ektimbang faktor fundamental.
Kepala Ekonom Bank BNI Ryan Kiryanto mengatakan pelemahan rupiah itu bukan karena faktor fundamental perekonomian Indonesia.
"Pelemahan rupiah karena sentimen penjalaran virus corona yang meluas. Memang sebenarnya tidak beralasan rupiah melemah ketika indikator makroekonomi relatif terjaga," katanya ketika dihubungi Bisnis, Selasa (17/3/2020).
Dia memaparkan kuatnya fundamental ekonomi Indonesia dapat dilihat dari beberapa indikator, misalnya tingkat inflasi, neraca dagang, dan cadangan devisa yang cukup besar.
Karena itu, Ryan menilai Bank Indonesia sudah melakukan tugas dengan baik, yaitu melalui kebijakan pelonggaran suku bunga acuan (BI rate) dan makroprodensial yang pro pertumbuhan ekonomi.
Terkait loyonya kinerja pasar keuangan RI, dia menilai banyak investor yang masih melihat langkah strategis pemerintan dan otoritas keuangan dalam menanggulangi dampak virus Corona.
Baca Juga
"Mungkin pasar ingin lebih melihat kebijakan stimulus fiskal yg lebih konkret dan segera dieksekusi sehingga betul-betul mendorong gairah ekonomi,"
Menurutnya, langkah Presiden Jokowi yang menginstruksikan agar serapan anggaran kementerian atau lembaga dipercepat sudah tepat.
Dia berharap pencairan anggaran pemerintah dapat memberi stimulasi perekonomian sehingga bisa merangsang sektor riil untuk berekspansi.
Nilai tukar rupiah di pasar spot ditutup anjlok 240 poin atau 1,61 persen ke level Rp15.173 per dolar As pada akhir perdagangan Senin (17/3/2020).
Pukul 14.40 WIB, rupiah melemah 193 poin atau 1,26 persen ke level Rp15.125 per dolar AS. Ini merupakan capain terendah sejak November 2018.
Rupiah dan mata uang Asia lainnya cenderung tak berdaya menghadapi sentimen negatif karena kekagetan pasar akibat pemangkasan suku bung Federal Reserve secara tiba-tiba.