Bisnis.com, JAKARTA – Asosiasi pengembang perumahan menyebutkan bahwa masih banyak masalah yang dihadapi pengembang untuk menyediakan perumahan, terutama untuk rumah subsidi. Pasalnya, meskipun sudah banyak insentif, tetapi peraturan yang ada justru membuat realisasinya terhambat.
Ketua Umum DPP Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia (REI) Paulus Totok Lusida mengatakan bahwa saat ini sudah ada tiga skema utama pembiayaan rumah subsidi yang diatur pemerintah, yakni FLPP (Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan), BP2BT (Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan), dan SSB (Subsidi Selisih Bunga).
Namun, pemerintah dinilai seringkali mengeluarkan aturan baru terkait skema-skema tersebut sehingga realisasinya jadi terhambat.
“Misalnya BP2BT itu, sudah muncul 2 tahun, tetapi baru laku beberapa bulan terakhir karena aturannya sudah disetarakan dengan skema yang lain. Begitu mulai ada yang pakai, pemerintah ganti aturan spesifikasinya pakai besi ukuran 10 milimeter dan 8 milimeter, nasib rumah yang sudah dibangun bagaimana?” katanya dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (17/3/2020).
Selanjutnya, aturan yang juga disampaikan dan harus langsung diwujudkan secara mendadak adalah kewajiban penggunaan aplikasi Sistem Informasi KPR Subsidi Perumahan (SiKasep) dan Sistem Informasi Kumpulan Pengembang (SiKumbang). Pengembang merasa perlu adanya masa transisi karena proses pemilikan rumah merupakan proses yang panjang.
“Intinya bikin aturan itu kalau bisa jangan mendadak. Kalau mendadak, kemudian ada penyesuaian dalam perjalanan dan dipaksakan semua wajib mengikuti langsung, itu jadi sangat menghambat,” ujarnya.
Baca Juga
Senada, Ketua Umum Asosiasi Pengembang Permukiman dan Perumahan Seluruh Indonesia (Apersi) Junaidi Abdillah menilai bahwa pemerintah seperti tidak mau dan tidak mampu memberikan subsidi perumahan, tapi dengan kedok memberikan insentif agar dianggap peduli oleh masyarakat.
“Kita menginginkan komitmen pemerintah melalui kementerian terkait. Misalnya kemarin Kementerian Keuangan sudah memberi insentif terkait corona, harusnya ada pernyataan dari Kementerian PUPR [Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat], tapi sampai sekarang belum ada,” jelasnya.
Pengembang mempertanyakan keseriusan dukungan pemerintah kepada masyarakat agar seluruhnya bisa punya hunian. Pasalnya, perumahan menyangkut hajat hidup orang banyak dan membantu pertumbuhan perekonomian.
“Kalau memang enggak mau ada subsidi, bubarkan saja sekalian [subsidinya], artinya pemerintah enggak mampu melaksanakan, menteri jadi bisa evaluasi. Karena bagaimana pun masyarakat kita masih membutuhkan itu,” ungkapnya.