Bisnis.com, JAKARTA - Kepala Ekonom Bank Mandiri Andry Asmoro memprediksi neraca perdagangan Indonesia tetap mengalami defisit pada 2020.
Meskipun, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan surplus sebesar US$2,34 miliar pada Februari 2020, pada akhir tahun ancaman deficit neraca perdagangan berpeluang tidak terelakkan lantaran adanya serangan wabah corona.
"Kami melihat bahwa neraca perdagangan Indonesia pada 2020 akan tetap defisit. Ini terjadi seiring melemahnya perdagangan global akibat penyebaran virus Corona," katanya dalam keterangan resmi, Selasa (17/3/2020).
Dia menilai sentimen negatif penyebaran virus corona atau Covid-19 melebihi katalis positif dari kesepakatan perdagangan fase satu Amerika Serikat-China.
Menurutnya, hal tersebut akan membebani ekspor Indonesia dalam beberapa bulan ke depan. Andry juga melihat wabah virus Corona akan secara signifikan merusak sektor pariwisata domestik sehingga memperlebar defisit neraca jasa.
"defisit neraca berjalan [current accout deficit/CAD] pada 2020 diproyeksikan akan meningkat menjadi 2,88 persen dari PDB. Naik dari realisasi 2019 2,72 persen dari PDB," ujarnya.
Baca Juga
Nilai ekspor RI pada Februari 2020 tercatat US$13,94 miliar. Jumlah ini naik 11 persen (yoy) atau 2,24 persen (mtm).
Akselerasi tersebut disebabkan oleh pergeseran liburan Tahun Baru Cina dari Februari di tahun lalu ke Januari 2020. Hal itu yang menyebabkan Februari memiliki nilai dasar yang rendah.
"Sementara itu, harga ekspor rata-rata pada 20 Februari meningkat sebesar 5,05 persen per tahun sementara volume ekspor turun sebesar 2,68 persen per bulan," jelasnya.
Adapun, nilai impor dilaporkan sebesar US$11,60 miliar, turun 5,11 persen (yoy) atau 18,69 persen (mtm)
Peningkatan volume impor sebesar 4,86 persen (yoy) atau 7,89 persen (mom) lebih rendah daripada penurunan harga impor rata-rata yang turun 9,51 persen (yoy) atau 24,70 persen (mom).
"Semua grup impor turun pada Februari, yaitu barang konsumsi anjlok 12,81 persen (yoy) atau 39,91 persen (mtm), bahan baku turun 1,50 persen (yoy) atau 15,89 persen (mtm), dan barang modal turun 16,44 persen (yoy) atau 18,03 persen (mtm).
"Selain itu, impor dari China mengalami kontraksi sebagian besar atau turun 49,63 persen karena penurunan permintaan di tengah wabah COVID-19," katanya.