Bisnis.com, JAKARTA - Sebanyak 64.620 hamparan panel surya tersusun rapi di Desa Wineru, Kecamatan Likupang Timur, Kabupaten Minahasa Utara, Provinsi Sulawesi Utara.
Ribuan panel surya tersebut membentang di atas ladang seluas 29 hektare. Kehadiran alat penangkap sinar matahari tadi difungsikan oleh Vena Energy sebagai sumber energi listrik baru sejak 5 September 2019.
Country Head Vena Energy Arisudono Soerono menuturkan setiap harinya Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Likupang menyalurkan listrik mencapai 15 Megawatt meskipun memiliki kapasitas terpasang 21 Mega Watt Peak (MWp).
"Jam beroperasi selama 12 jam, mulai dari pukul 05.30 pagi sampai matahari terik bisa 15 MW, kalau enggak ya menurun. Kalau hujan bisa masuk 3 MW," ujarnya dalam siaran pers, Jumat (13/3/2020).
Dengan jumlah kapasitas terpasang tersebut, Ari menilai PLTS Likupang menjadi PLTS terbesar di Indonesia hingga saat ini dan sebagai penopang sistem kelistrikan jaringan Perusahaan Listrik Negara (PLN) Sulutgo (Sulawesi Utara-Gorontalo) sebesar 15 MWp.
"Ini merupakan (PLTS) terbesar di Indonesia sebelum adanya PLTS Terapung di Cirata nanti," katanya.
Baca Juga
Dia menuturkan kemampuan konversi dari tegangan 800 Volt DC ke 380 Volt AC mengakibatkan adanya losses (susut) sebanyak 6 MW.
Setelah itu, sistem produksi listrik PLTS Likupang langsung terhubung secara online dengan jaringan listrik milik PLN.
"Pembangkit ini online grid, setiap kWh kita produksi, kita langsung kirim ke PLN secara online tanpa (storage) baterai," jelas Ari.
Meskipun tidak sepanjang hari listrik dihasilkan, tetapi Ari mengungkapkan dari sisi harga jauh di bawah harga listrik yang menggunakan BBM atau Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD).
PLTS Likupang sendiri dibangun sejak Power Purchase Agreement (PPA) tahun 2017 akhir dan memakan waktu sekitar 1,5 tahun dengan total biaya investasi mencapai US$29,2 juta. Pembangkit tersebut memiliki 120 arry box, 24 set inverter dan 6 PV box.
"Kontrak jual beli listrik berlangsung selama 20 tahun dengan skema built, own, operate, transfer (BOOT)," terang Ari.
Selama puncak kegiatan konstruksi, PLTS Likupang mampu menyerap hingga 900 pekerja lokal. Sementara, saat beroperasi, 80 persen pekerjanya merupakan masyarakat sekitar. Selama beroperasi, pembangkit ini mampu melistriki hingga 15.000 rumah tangga serta mengurangi efek gas rumah kaca hingga 20,01 kilo ton.
Untuk diketahui, Vena Energy merupakan perusahaan produsen listrik swasta (Independent Power Producer/IPP) yang fokus dalam pengembangan pembangkit listrik surya serta angin.
Selain PLTS Likupang, Vena juga merupakan produsen listrik swasta untuk pembangkit listrik tenaga bayu (PLTB) Tolo di Jeneponto yang berkapasitas 72 MW serta 3 PLTS di Lombok, Nusa Tenggara Barat dengan kapasitas masing-masing 7 MWp.
Keberhasilan mengoperasikan PLTS Likupang mendorong Vena Energy membuka opsi untuk melakukan ekspansi pada sejumlah proyeknya di Indonesia sambil menunggu keputusan PLN.
"Tergantung pada kesiapan dan kesediaan PLN sebab harus ikuti Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) Tapi kalau kami sangat siap," ujarnya.
Vena Energy saat ini telah diundang oleh PLN untuk mengikuti tender PLTS di 3 lokasi di Pulau Jawa (Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur) dengan kapasitas 150 MWp.
Kasubdit Investasi dan Kerjasama Aneka Energi Baru Terbarukan (EBT) Direktorat Jenderal EBTKE Kementerian ESDM Ani Wiyanti menuturkan bahwa potensi pengembangan PLTS memang terhitung besar.
Berdasarkan data Kementerian ESDM, potensi pengembangan PLTS mencapai 207,8 GWp dengan realisasi mencapai 0,15 GWp. Khusus untuk wilayah Sulawesi Utara potensi tenaga surya yang ada mencapai 2,1 GWp.
"Seluruh Indonesia, kapasitas terpasang mencapai 152,44 MW dan 10,9 persen adalah PLTS Atap dan sisanya PLTS on the ground. Potensi yang ada pun baru untuk daratan," ungkapnya.
Kementerian ESDM terus berupaya mendorong agar pengembangan EBT terus dilakukan. Menurut Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik yang ada, pada tahun 2020 tambahan kapasitas pembangkit EBT ditargetkan sebesar 933 MW dengan PLTS sebesar 78 MW.