Bisnis.com, JAKARTA – Tawaran fasilitas PPh Badan yang tinggi tidak akan menarik bagi pelaku usaha apabila masalah adminsitrasi di KEK tidak segera diselesaikan oleh pemerintah.
Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo menilai hal inilah yang menjadi penyebab banyaknya KEK yang mangkrak.
"Yang menarik bukan di fasilitas pajaknya, tapi kemudahan administrasi dan soal lahan," ujar Yustinus, Senin (9/3/2020).
Terbukti, data yang dipaparkan oleh Kemenko Perekonomian pada tahun lalu menunjukkan bahwa investasi di KEK masih rendah.
Hingga Oktober 2019, nilai komitmen investasi dari keseluruhan kawasan ekonomi khusus mencapai Rp85,3 triliun. Namun, realisasi investasi dari KEK baru sebesar Rp21 triliun.
Evaluasi Kemenko Perekonomian kala itu menilai bahwa rendahnya realisasi investasi disebabkan oleh pembebasan lahan dari KEK yang masih terkendala.
Baca Juga
Kala itu, beberapa KEK yang realisasi lahan terbangunnya disebut masih rendah antara lain KEK Bitung yang baru membangun 2,3 persen dari lahan yang mencapai 534 hektar.
Selanjutnya, KEK Morotai dengan lahan terbangun 1,4 persen dari luasan lahan mencapai 1.101,76 hektar, dan KEK Sorong dengan lahan terbangun mencapai 2,9 persen dari luasan lahan mencapi 53,7 hektar.
Sebelumnya, pemerintah resmi mengubah ketentuan mengenai insentif pada kawasan ekonomi khusus (KEK) yang dimuat dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 12/2020 tentang fasilitas dan kemudahan di kawasan tersebut.
Terkait dengan perpajakan, fasilitas yang diberikan mencakup seluruh aspek perpajakan mulai dari PPh, PPN, bea masuk, dan pajak dalam rangka impor (PDRI) hingga cukai.
Bahkan, fasilitas bea masuk yang diberikan juga termasuk atas bea masuk anti dumping, imbalan, safeguard, hingga pembalasan.
Dalam aturan tersebut, pelaku usaha yang melakukan penanaman modal pada kegiatan utama juga dapat meperoleh pengurangan PPh Badan atas penghasilan yang diterima dari kegiatan utama yang dilakukan.