Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Waspada Berebut Bahan Baku Impor, Stimulus Tambahan Dibutuhkan

Terhentinya proses produksi di sejumlah industri di China dan pembatasan perjalanan di berbagai negara, salah satunya berdampak pada keberlanjutan pasokan bahan baku. Terutama yang selama ini diproduksi oleh China.
Sejumlah truk mengantre muatan peti kemas di Terminal Teluk Lamong, Surabaya, Jawa Timur, Kamis (13/2/2020). ANTARA FOTO/Didik Suhartono
Sejumlah truk mengantre muatan peti kemas di Terminal Teluk Lamong, Surabaya, Jawa Timur, Kamis (13/2/2020). ANTARA FOTO/Didik Suhartono

Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah perlu memperhatikan kelangsungan industri dalam negeri untuk mendapatkan pasokan impor bahan baku di tengah gangguan rantai pasok global akibat wabah virus corona.

Ketua Umum Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI) Subandi menyatakan persaingan dalam memperebutkan bahan baku dengan negara lain merupakan suatu hal yang tak terhindari.

Hal ini disebutnya mulai terasa mengingat kegiatan produksi di China sempat terhenti ketika pemerintah Negeri Panda memberlakukan pembatasan mobilitas pada warganya. Terlebih China merupakan salah satu produsen bahan baku dan penolong terbesar dunia. 

Subandi mencatat kebutuhan bahan baku dan bahan penolong pada industri mencapai 70 persen. Dari jumlah tersebut, sekitar 27 persen dipasok dari China,

"Jumlah ini sangat besar untuk satu negara sementara sisanya merupakan pasokan dari negara lain."

Akibat wabah virus corona, dia menyatakan penurunan produksi di negara tersebut berimbas pada menurunnya pasokan. Hal ini direspons pasar dengan perebutan bahan baku. Kendati demikian, dia mengemukakan hal ini belum terlalu terasa di dalam negeri lantaran masih tersisanya stok cadangan.

"Dampaknya belum terlalu terasa oleh pelaku dalam negeri karena kami masih punya stok sisa. Bahkan saya tadi komunikasi dengana anggota ada masih cukup, sehingga dia belum mempertimbangkan untuk impor," ujarnya.

Alih-alih mempertimbangkan peningkatan impor bahan baku, Subandi menyatakan sebagian importir justru memilih menunggu dan memantau kondisi pasar. Hal ini tak lepas dari ekspor produk industri yang cenderung lesu dipacu kondisi perekonomian global dan pelemahan konsumsi dari China.

"Stok yang mereka miliki saja, hasil produksinya belum laku. Dari sisi pasar sedang lesu. Mereka mungkin sambil melihat perkembangan pembeli, apakah mereka perlu produk kita atau mereka justru menahan diri dari pada berisiko," kata Subandi.

Subandi pun menyoroti rencana pemberian stimulus yang hanya menyasar bahan baku industri berorientasi ekspor. Menurutnya, pemerintah seharusnya juga mempertimbangkan industri yang bergerak untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.

"Stimulus yang diberikan ini baru dari sisi kemudahan proses, tapi ini untuk komoditas tertentu. Tapi di sisi lain bagaimana untuk kebutuhan baku industri yang berorientasi untuk dalam negeri? Jangan sampai tidak diperhatikan. Yang terjadi harga barang nanti bisa naik," imbuhnya.

Sementara itu, Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) bidang Hubungan Internasional Shinta W. Kamdani mengatakan pemerintah tidak bisa hanya mengandalkan satu kebijakan dan stimulus fiskal saja.

Dia menyarankan kebijakan ini disertai pula dengan dukungan nonfiskal seperti fasilitas restrukturisasi utang dan koreksi pada kebijakan makro prudensial agar bank bisa memberikan pinjaman dengan lebih lancar

"Pemerintah juga bisa melakukan intervensi pada pasar finansial agar suku bunga kredit usaha benar-benar turun secara signifikan sehingga perusahaan yang memerlukan modal usaha tambahan bisa meminjam modal dengan mudah," kata Shinta. Sementara itu Menteri Perdagangan Agus Suparmanto mengaku belum bisa memberi banyak komentar mengenai rencana stimulus untuk impor ini. Dia mengatakan lintas lembaga dan kementerian masih membahas aspek-aspek teknis dari stimulus tersebut.

"Kemudahan impor ini hanya untuk industri yang berorientasi ekspor. Jadi tidak semua industri kita relaksasi. Impor dimudahkan untuk industri bahan baku agar ekspor berjalan dengan baik," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper