Bisnis.com, JAKARTA - Presiden Joko Widodo meminta kementerian segera melakukan relaksasi aturan guna merespons dampak Covid-19 terhadap perekonomian dalam negeri. Presiden mencatat relaksasi baru dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan dan Bank Indonesia.
"Saya kira kemarin BI kasih relaksasi yang memberikan dampak kepada penguatan rupiah, penguatahn IHSG. OJK juga kasih kelonggaran, sehingga memberikan dampak positif baik ke penguatan rupiah maupun iIHSG. Saya harap kementerian melakukan ini," katanya membuka Rapat Kerja Kementerian Perdagangan dari Istana Negara, Jakarta, Rabu (4/3/2020).
Jokowi mengatakan bahwa relaksasi aturan kementerian diperlukan untuk menjaga ketersediaan bahan baku. Pasalnya bila tidak dilakukan berpotensi mengkerek angka inflasi.
Menurut Jokowi, pemerintah telah berkerja keras menjaga inflasi pada kisaran 3 persen selama 5 tahun terakhir. Hal ini setelah sebelumnya angka inflasi selalu pada kisaran 8 persen hingga 9 persen.
"Kita sudah bisa menjaga [inflasi] pada posisi kurang lebjh 3 persen selama 5 tahun ini. Jangan sampai terganggu gara-gara hal seperti ini," kata Jokowi.
Presiden menilai saat ini semua pihak harus bergerak serba cepat meredam efek Covid-19 ke perekonomian. Wabah virus yang telah menyerang lebih dari 80.000 orang di China ini telah mengganggu suplai, permintaan, hingga produksi.
Baca Juga
Seperti diketahui, Bank Indonesia (BI) mengumumkan lima kebijakan untuk melawan dampak virus corona, setelah pemerintah mengkonfirmasi dua pasien pertama di Tanah Air. Pertama, BI meningkatkan intensitas intevensi di pasar keuangan.
Kedua, BI menurunkan rasio giro wajib minimum (GWM) valuta asing bank-bank umum konvensional yang sebelumnya 8 persen dari DPK sekarang 4 persen dari DPK.
Ketiga, BI menurunkan GWM rupiah sebesar 50 bps yang ditujukan kepada perbankan yang melakukan kegiatan ekspor dan impor yang tentu saja dalam pelaksanaan berkoordinasi denga pemerintah.
Keempat, BI memperluas jenis dan cakupan underlying transaksi bagi investor asing di dalam melakukan lindung nilai, termasuk domestic non-delivery forward (DNDF). Kelima, BI menegaskan investor global dapat menggunakan bank kustodian, baik global maupun domestik, dalam melakukan investasi di Indonesia.
Sementara itu, OJK telah melonggarkan aturan penilaian kredit bermasalah (non-performing loan/NPL). Otoritas hanya mengenakan satu pilar dari sebelumnya tiga pilar untuk melakukan penilaian kualitas kredit.