Bisnis.com, JAKARTA — Wabah virus corona menjadi salah satu hambatan yang tak dapat diprediksi, tetapi berdampak sangat besar terhadap kinerja berbagai sektor, termasuk sektor properti.
Konsultan properti Savills Asia Pasifik memperkirakan puncak wabah virus di masing-masing negara di Asia akan berbeda-beda. Hal ini juga akan berpengaruh pada pasar properti di tiap-tiap negara.
Head of Research Savills Asia Pasifik Simon Smith menuturkan bahwa sebelumnya, pengganggu utama pasar properti adalah teknologi yang menyerang properti ritel dan logistik.
"Pasalnya teknologi membuat orang lebih mudah bekerja dari rumah dan malah mendukung perkembangan co-working dan co-living space," kata Smith dalam laporan resmi, Rabu (4/3/2020).
Savills memprediksi keberadaan wabah virus corona akan memperparah kondisi setelah disrupsi teknologi. Karena virus memaksa orang untuk tetap berada di dalam rumah. Kondisi tersebut juga diperkirakan akan membuat banyak perusahaan cenderung menyusutkan ukurannya dan mengurangi okupansi perkantoran.
Selain itu, sebaran virus juga membuat orang menghindari kontak langsung dengan orang lain, permintaan untuk ruang ritel, pariwisata, dan perdagangan juga akan sangat terganggu.
Baca Juga
"Bagi pemilik properti ritel, virus ini adalah musibah yang tidak dapat dimitigasi. Kami mengantisipasi kemungkinan bangkrut dan lonjakan tingkat kekosongan," jelas Smith.
Namun, setelah wabahnya lewat, kemungkinan di musim panas (Desember-Maret) pada masing-masing negara, harusnya bisa membuka kesempatan bagi pengisi properti untuk melakukan penawaran dengan harga yang lebih terjangkau.
Selanjutnya, properti pariwisata juga dipastikan dapat kembali pulih secara perlahan, apalagi tingkat okupansi di wilayah terdampak bahkan tidak sampai 10 persen.
"Kami memprediksikan akan adanya penurunan dan koreksi dari segi nilai di pasar real estat di segala sektor," ungkapnya.