Bisnis.com, JAKARTA — Pelaku industri tekstil dan produk tekstil (TPT) optimistis kebijakan penetapan safeguard secara penuh akan memberikan berkah besar bagi industri.
Berkah itu bahkan tidak hanya diproyeksi pada peningkatan utilisasi melainkan hingga dapat menghidupkan pabrikan yang mulai mematikan mesinnya.
Adapun kebijakan safeguard TPT dituangkan melalui tiga Peraturan Menteri Keuangan. Pertama, PMK 161/2019 yang menetapkan BMTPS terhadap produk benang selain benang jahit dari serta stapel sintetik dan artifisial yang diimpor mulai dari Rp1.405 per kilogram (kg).
Kedua, PMK 162/2019, untuk BMTPS terhadap produk kain yang diimpor mulai dari Rp1.318 per meter hingga Rp9.521 per meter serta tarif ad valorem berkisar 36,30 persen hingga 67,70 persen.
Ketiga, PMK 163/2019 yang mengenakan BMTPS terhadap produk tirai termasuk gorden, kerai dalam, kelambu tempat tidur, dan barang perabot lainnya yang diimpor sebesar Rp41.083 per kg. Sayangnya kebijakan itu baru berlaku untuk 200 hari sejak ditetapkan 6 November 2019 lalu.
Sekretaris Jendeal Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen (APSyFI) Redma Wirawasta mengatakan pengusaha TPT sudah optimistis akan keberlangsungan pertumbuhan industri yang didukung kebijakan di atas. Untuk itu, dia meminta agar sebelum habis masanya, pemerintah sudah memastikan akan menetapkan kebijakan safeguard secara permanen.
"Jika safeguard sudah tetap maka utilisasi diproyeksi akan menarik hingga level 70 persen dari yang saat ini 50 persen. Lebih menarik lagi, untuk pabrikan yang sudah membungkus mesinnya juga mengaku akan dapat memulai produksinya kembali," katanya kepada Bisnis, Rabu (26/2/2020).
Redma mengemukakan utilisasi pada tahun-tahun berikutnya juga dipastikan terus meningkat dengan proyeksi pada 2021 sudah di level 80 persen. Tentu dengan syarat safeguard berjalan efektif sesuai instruksi Presiden yang menginginkan penyehatan pada industri TPT.
Pada prinsipnya, Redma menyatakan, kebijakan safeguard harus bertujuan memulihkan industri bukan hanya menahan laju impor. Untuk itu dalam ketetapan kebijakan safeguard nanti, pihaknya akan kembali mengusulkan revisi tarif.
Menurutnya, tarif ideal untuk benang berkisar antara Rp5.000-Rp6.000. Kemudian, untuk kain mentah berkisar Rp20.000-Rp25.000 dan kain jadi bekisar Rp35.000-Rp40.000.
"Kalau KPPI saya lihat sudah satu suara dengan industri, tetapi di Tim Nasional penetapan safeguard ini yang masih kami khawatirkan. Pasalnya, masih ada suara-suara yang mendukung impor TPT," ujar Redma.
Redma pun memastikan, pelaku bahan baku mentah tekstil sudah berkomitmen dan dipastikan mampu memenuhi kebutuhan industri secara mandiri.
Saat ini kapasitas produksi kain berkisar 2,7 juta ton, dengan safeguard kenaikan akan diperkirakan hingga 2,5 juta ton sebagai subtitusi impor. Adapun pada benang kapasitas produksi berkisar 2,2 juta ton dan tidak perlu tambahan investasi jika permintaan meningkat.
Pasalnya, peremajaan mesin telah banyak dilakukan industri sejak lima tahun lalu. "Jadi segera saja pemerintah menetapkan safeguard ini karena saat ini juga sedang ada COVID-19 yang juga dikhawatirkan jika mereda maka produk impor kembali membanjiri pasokan kita," kata Redma.