Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Salah Kaprah! Ini Fakta-Fakta soal Indonesia Dikeluarkan dari List Negara Berkembang AS

Dikeluarkannya Indonesia dari daftar negara berkembang oleh Amerika Serikat memunculkan berbagai macam respons dan komentar. Banyak di antaranya salah kaprah. Berikut fakta-faktanya
Suasana bongkar muat peti kemas di Jakarta International Container Terminal, Tanjung Priok, Jakarta, Selasa (8/1/2019)./Bisnis-Abdullah Azzam
Suasana bongkar muat peti kemas di Jakarta International Container Terminal, Tanjung Priok, Jakarta, Selasa (8/1/2019)./Bisnis-Abdullah Azzam

Waspada Perluasan Penyelidikan dan Ketidaktahuan Pelaku Usaha Indonesia

Kepala Ekonom Center for Strategic and International Studies (CSIS) Yose Rizal Damuri menyebutkan pemerintah Indonesia perlu mengantisipasi meluasnya kebijakan Amerika Serikat mengenai penyelidikan antisubsidi ke penyelidikan trade remedies lain seperti antidumping.

Pasalnya, praktik dumping kerap diterapkan secara internal oleh perusahaan-perusahaan eksportir alih-alih dalam bentuk kebijakan pemerintah. Para pengusaha terkadang secara sadar maupun tidak sadar melakukan dumping  terhadap produk yang diekspornya,

Hal itu membuat tingkat kerawanan terhadap penyelidikan tindakan dumping yang berawal dari penyelidikan antisubisidi oleh AS bisa diterima oleh produk-produk Indonesia.

"Jadi yang diperlukan pemerintah tentunya membuktikan bahwa produk-produk kita tidak mengandung subsidi. Yang terpenting bagaimana kebijakan pemerintah ke perusahaan ini agar tak melakukan dumping. Kebanyakan dumping dilakukan oleh internal perusahaan," kata Yose ketika dihubungi, Senin (24/2/2020).

Untuk itu diperlukan pengetahuan dan pemahaman yang menyeluruh terhadap potensi penyelidikan atas praktik dumping dan subsidi di atas batas yang ditentukan oleh negara mitra, dalam hal ini AS. Pemahaman itu harus dimiliki oleh pengusaha, tidak hanya pemerintah.

Yose pun mengatakan Indonesia perlu mengantisipasi diikutinya kebijakan Amerika Serikat oleh negara maju lainnya. Dalam hal ini, dia mencontohkan potensi hilangnya fasilitas Generalized System of Preferences (GSP) produk Indonesia yang diberikan oleh Uni Eropa.

"Untuk posisi di WTO sendiri tidak ada standar klasifikasinya. Jadi memang ini lebih banyak kesepakatan negara saja. Hanya saja yang perlu dikhawatirkan adalah jika banyak negara yang mengikuti langkah Amerika Serikat," kata Yose.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper