Bisnis.com, JAKARTA - Kebijakan pemerintah dalam memberikan insentif penurunan tarif tiket pesawat dinilai kurang mempertimbangkan aspek yang lebih luas.
Pemerhati penerbangan yang juga anggota Ombudsman RI Alvin Lie menuturkan sepinya pasar pariwisata saat ini adalah karena adanya kekawatiran terhadap virus Corona (Covid-19) bukan dikarenakan harga tiket.
"Dikasih insentif berupa penurunan harga diskon tiket pesawat hingga 80% pun tidak akan mampu mengatasi kekawatiran para pelancong," kata Alvin, Selasa (25/2/2020).
Menurutnya, biaya wisata tidak hanya bergantung kepada harga tiket tetapi juga termasuk tarif hotel, tarif tiket masuk wahana atraksi dan sebagainya. Pada umumnya pelancong mancanegara merencanakan perjalananannya selama berbulan-bulan bahkan tidak sedikit yang merancang hingga 1 tahun sebelumnya.
Alhasil, kata dia, insentif yang ditawarkan pemerintah hanya jangka pendek menjadi kurang realistis. Pemerintah, hanya mengharapkan respons dan hasil yang instan.
"Terkesan pemerintah membuat keputusan hanya berdasar perspektif pemerintah, abai perspektif konsideran dan proses pembuatan keputusan di sisi pelancong," ujarnya.
Baca Juga
Senada, Asosiasi Maskapai Penerbangan Nasional Indonesia (INACA) menilai turunnya tarif tiket pesawat tidak cukup untuk mendorong masyarakat merencanakan perjalanan.
Sekretaris Jenderal INACA Bayu Sutanto mengatakan diperlukan insentif yang lebih luas seperti untuk hotel dan penginapan, paket wisata serta tingkat atraktif destinasi wisatanya.
Sementara itu, lanjut dia, sejumlah insentif lain yang mungkin harus dipertimbangkan pemerintah terkait dengan penurunan tarif pendaratan dan parkir bandara diikuti penurunan passenger service charge.
Di luar itu, kata Bayu, harga avtur harusnya disamakan berdasarkan regionalnya, bea masuk dan PPN suku cadang dibebaskan, dan tarif airnav tidak naik.