Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pengusaha Kawat Baja Khawatir Ikut Terimbas Virus Corona

Pelaku bisnis kawat baja terdampak virus corona. Sejauh mana dampaknya?
Ilustrasi - Kawat Baja
Ilustrasi - Kawat Baja

Bisnis.com, JAKARTA — Pelaku usaha industri kawat baja (wire rod) mengkhawatirkan pengembangan pariwisata yang akan tersendat akibat faktor eksternal yang muncul awal tahun ini seperti virus corona (covid-19).

Wakil Ketua Gabungan Industri Produk Kawat Baja Indonesia (Gipkabi) Sindu Prawira mengatakan pada awalnya pelaku usaha optimistis tahun ini pertumbuhan kinerja akan menyentuh kisaran 8 persen -10 persen.

Namun, kembali lagi proyeksi itu bergantung pada skema pengembangan infrastruktur yang akan dijalankan pemerintah.

"Kami banyak melihat dari aktivitas pembangunan di industri pariwisata yang dicanangkan pemerintah senilai Rp40 triliun-an. Pariwisata itu cakupannya restoran, hotel, dan sejenisnya kalau tertunda otomatis pemakaian bahan baku akan terdampak," katanya kepada Bisnis, Selasa (18/2/2020).

Sindu mengemukakan jika pariwisata mengalami kontraksi dari sisu rencana pembangunan maka nilai Rp40 triliun yang signifikan mendorong pertumbuhan industri kami akan hilang. Bahkan, pertumbuhan bisa jadi akan meksimal menyentuh angka 4 persen atau hanya 1 persen.

Apalagi, karena kondisi virus corona ini pemerintah Amerika Serikat telah menutup penerbangan ke China hingga April 2020. Mau tidak mau Indonesia tentu juga akan terimbas dampak, apalagi pariwisata tengah menjadi unggulan ekonomi sekarang.

Sisi lain, Sindu pun masih berharap utilitas pabrikan kawat baja tahun ini akan menyentuh level 80 persen-85 persen dari yang saat ini berkisar 50 persen - 60 persen. Namun, pengelolaan keran impor pemerintah juga menjadi penentu dalam hal ini.

Sementara jika berkaca dari Badan Pusat Statistika, impor nonmigas Januari 2020 mencapai US$12,29 miliar atau turun 0,69 persen dibanding Desember 2019. Demikian pula dibanding Januari 2019 turun 7,85 persen.

Sindu berharap angka penurunan itu dapat dipertahankan. Dia juga mengapresiasi seluruh upaya Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangan dalam mengerem impor. Namun, konsistensi pemerintah masih ditekankan.

"Jangan sampai seperti 2018 yang keran impor dibuka lagi setelah 2017 berhasil diperketat," ujarnya.

Sindu memaparkan saat ini kebijakan seharusnya semakin menuju proteksi ke hilir. Di industri ini ada tiga sektor yakni sektor bahan mentah, setengah jadi, dan barang jadi.

Menurutnya, untuk bahan baku dapat dilakukan liberalisasi sehingga sektor hulu mendapat harga murah, mungkin dengan integrasi bea atau dibuka secara selektif supaya mendorong hilir semakin berkembang.

Sindu menambahkan saat ini kesulitan pabrik hulu pada impor scrap karena adanya regulasi dari Kementerian Lingkungan Hidup. Untuk itu, ke depan realisasi dari komitmen yang mempermudah industri mendapatkan bahan mentah diharapkan betul-betul terjadi.

Sementara sektor tengah yang mesti diberikan kesempatan impor hanya pada barang setengah jadi yang tidak dapat diproduksi hulu. Misal kawat besi dengan kualitas tinggi yang teknologinya belum ada di pabrikan lokal.

"Jadi kemampuan pemerintah memilih mana yang harus diberikan impor dan tidak ini yang perlu dipertajam saat ini," ujar Sindu.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper