Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bahan Baku Pakan Ternak Bakal Dikenai BMAD, Ini Tanggapan Pengusaha

Besarnya selisih harga antara produk lysine yang diimpor dan di dalam negeri, dinilai disebabkan oleh struktur produksi di dalam negeri yang belum efisien.
Pekerja memberikan pakan ternak./JIBI-Nurul Hidayat
Pekerja memberikan pakan ternak./JIBI-Nurul Hidayat

Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah bakal melakukan inisiasi penyelidikan antidumping terhadap produk lysine yang diekspor oleh China. Hal itu dilakukan lantaran produk lysine yang masuk ke Indonesia diduga dikenai dumping sehingga harganya jauh lebih rendah dari produk local.

Menanggapi hal itu, Dewan Penasehat Gabungan Perusahaan Makanan Ternak (GPMT) Sudirman menilai selisih harga yang besar antara lysine lokal dan impor lebih banyak dipengaruhi oleh struktur biaya produksi dalam negeri yang belum efisien.

Menurutnya, sebagai salah satu produk tebu yang dibuat dari tetes tanaman tersebut, produksi lysine dipengaruhi pula oleh pasokan dan harga tebu. Adapun, lysine merupakan salah satu bahan baku penolong  untuk pembuatan pakan ternak. 

"Kalau tebunya tidak ada tentu saja kurang kan bahan baku pembuatan lysine? Mungkin juga karena harga tebu kita mahal. Mungkin karena struktur biaya produksi industri kita memang yang mahal, bukan karena China yang dumping," ujarnya kepada Bisnis, Selasa (18/2/2020).

Terlepas dari hipotesis tersebut, Sudirman menilai penyelidikan antidumping sah-sah saja dilakukan. Dia menyatakan kebutuhan lysine di pakan ternak sendiri tidaklah terlalu besar meski sebagian besar importasi berasal dari China.

Di sisi lain, dia mengharapkan tidak ada pembatasan impor yang bisa menghambat pelaku usaha.

"Sampai sekarang tidak ada pembatasan impor. Jangan sampai ada aturan yang menghambat pelaku usaha. Kebutuhan lysine sendiri juga tidak terlalu besar," katanya.

Adapun Komite Antidumping Indonesia (Kadi) telah mengeluarkan pra-notifikasi kepada pemerintah China mengenai inisiasi penyelidikan antidumping terhadap produk impor asal negara tersebut, yakni lysine.

Ketua Kadi Bachrul Chairi mengemukakan langkah ini diambil usai industri terkait melaporkan adanya lonjakan impor dalam beberapa tahun terakhir. Pelaku industri sendiri menyebutkan bahwa produk asal China tersebut dijual dengan margin harga yang siginifikan dan mempengaruhi produksi barang serupa di dalam negeri.

Impor lysine dari China sendiri memperlihatkan tren kenaikan secara volume dari 15.555 ton pada 2016 menjadi 39.398 ton pada 2019 dengan nilai mencapai US$27,6 juta. Selain China, Indonesia pun tercatat mengimpor lysine dari Korea Selatan, Singapura, dan Amerika Serikat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper